Hijab, Citra Tubuh, dan Objektifikasi Seksual (terjemah dari Devon Shapiro, dan beberapa catatan)

Image Credit: muslimmirror.com

Ini adalah terjemahan tulisan Devon Shapiro (link) yang membahas soal hijab, citra tubuh, dan kaitannya dengan objektifikasi seksual serta perasaan aman darinya, yang menggunakan basis penelitian-penelitian ilmiah. Saya menerjemahkannya ke Bahasa Indonesia (atas seizin beliau) dengan sedikit editan untuk mempermudah pembacaan, dan di akhir saya memberikan beberapa komentar. Selamat membaca!!

==============================

Perempuan yang berpakaian lebih sopan biasanya lebih merasa aman terhadap bodyimage-nya (citra tubuh), dan cenderung untuk tidak merasa tertekan oleh standar kecantikan media Barat. Sedangkan perempuan Muslim yang tidak berhijab dan menggunakan pakaian ala Barat justru lebih merasa insecure terhadap tubuhnya.

Ini hasil penelitian oleh:

Zina Chaker, Felicia M. Chang, Julie Hakim-Larson, berjudul Body satisfaction, Thin-Ideal Internalization, and Perceived Pressure to be Thin among Canadian Women: The Role of Acculturation and Religiosity, dipublikasikan di: Journal of Body Image, Vol. 14 2015, pp. 85-93.

Dibandingkan dengan perempuan Barat non-Muslim yang mengenakan ‘pakaian Barat’, perempuan Muslim yang memakai pakaian Islam konservatif (misal hijab atau abaya) memiliki kepercayaan diri lebih tinggi, citra tubuh yang lebih baik, berat badan lebih sehat, merasa lebih sedikit diobjektifikasi secara seksual dan lebih dihargai.

Hasil penelitian oleh:

Trisha M. Dunkel, Denise Davidson, Shaji Qurashi, berjudul Body Satisfaction and Pressure to be Thin in Younger and Older Muslim and Non-Muslim women: The Role of Western and Non-Western Dress Preferences, dipublikasikan di: Journal of Body Image, Vol. 7 (1) 2010, pp. 56-65.

Mengenakan hijab atau pakaian Islami ‘konservatif’ lainnya menghasilkan angka objektifikasi dan pelecehan seksual yang lebih rendah. Ini konsisten dengan alasan Islam dan alasan perempuan mengenakan hijab, selain bahwa Allah memerintahkannya.

Penelitian oleh:

Lana D. Tolaymat dan Bonnie Moradi, berjudul U.S. Muslim women and body image: Links among objectification theory constructs and the hijab. Dipublikasikan oleh Journal of Counseling Psychology, Vol.58(3), pp.383–392.

Nilai-nilai Islami, misalnya mengenakan pakaian yang lebih sopan, melindungi citra tubuh dan kesehatan jiwa pada Muslimah dari standar kecantikan media Barat yang tidak realistis. Religiusitas yang lebih tinggi berdampak pada objektifikasi/ketidakpuasan tubuh yang rendah, dan gangguan makan (eatingdisorder) yang lebih rendah.

Penelitian oleh:

Alexander J. Mussap, berjudul Strength of faith and body image in Muslim and non-Muslim women, dipublikasikan di jurnal Mental Health, Religion and Culture, Vol. 12(2), 2009, pp.121-127.

Penggunaan hijab berdampak pada citra tubuh yang lebih positif, kurangnya fiksasi terhadap penampilan dan kurangnya ketergantungan pada standar kecantikan media Barat. Efek ini nampaknya disebabkan spesifiknya oleh pengenaan hijab, bukannya religiusitas, yang merupakan ko-variat yang signifikan.

Penelitian oleh:

Viren Swami, Jusnara Miah, Nazerine Noorani, Donna Taylor, Is the hijab protective? An investigation of body image and related constructs among British Muslim women, dipublikasikan di British Journal of Psychology, Vol. 105(3), 2013.

Walaupun feminis selalu mengklaim mengatasnamakan para Muslimah untuk menyuarakan bahwa hijab atau Islam bersifat ‘opresif’, ini ternyata tidak mempertimbangkan suara Muslimah betulan. Realitinya, para Muslimah menentang mitos-mitos yang dibawakan oleh para feminis, dan mengatakan bahwa Islam melindungi mereka.

Penelitian oleh:

Rachel Anderson Droogsma, berjudul Redefining Hijab: American Muslim Women’s Standpoints on Veiling, dipublikasikan di Journal of Applied Communication Research, Vol. 35(3), 2007, pp.294-319.

Catatan Fajri: responden penelitian ini sedikit, dan penulis sendiri menyatakan bahwa penelitiannya tidak boleh digeneralisasi pada perempuan Muslim lain dengan pengalaman yang berbeda. Tapi silahkan lihat justifikasi metodologisnya dan koroborasikan dengan penelitian-penelitian lainnya.

.

.

BEBERAPA CATATAN SAYA

Pertama, sudah syar’i kok masih jadi korban?

Saya faham ada sebagian Muslimah yang merasa bahwa sudah pakai jilbab syar’i tapi masih jadi korban. Ada beberapa penjelasan:

1. Retoris saja: pakai jilbab syar’i saja begitu, apalagi yang gak pake?

2. Kalau mau ilmiah: statement retoris di atas memiliki dukungan penelitian-penelitian ilmiah yang dikutip oleh Devon Shapiro di atas.

3. Bukan kita tidak bersimpati atas pengalaman buruk para Muslimah. Kita masih banyak PR.

4. Ingat bahwa perlindungan perempuan bukan cuma hijab pakaian saja. Ada banyak aturan dan etiket lain, misal soal larangan khalwat, soal mahram, penjagaan diri, dan lain-lain.

Jangan sampai kita menerapkan 1 dari 10 aturan (melanggar 9), lalu tidak mendapatkan manfaat dari aturan tersebut, lalu malah kita sendiri yang mengklaim ‘aturan tersebut tidak ada gunanya’.

Kedua, apakah kita menyalahkan korban?

Apabila terjadi pelecehan seksual, saya tidak menjumpai mazhab fiqih manapun yang mengurangi hukuman apalagi membebaskan pelaku kejahatan seksual sekedar karena “korban pakai baju mengundang”. Kalau ada yang menyalahkan korban secara mutlak, itu perkataan tanpa ilmu.

Tapi, sebuah masyarakat hukum yang ideal itu isinya antara lain: mendidik mindset untuk mencegah kejahatan, memberi hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan, dan mengkondisikan masyarakat untuk mengurangi peluang terjadinya kejahatan. Perempuan harus berpakaian pantas, laki-laki harus menjaga pandangan, dan banyak lagi.

Ketiga, tambahan Soal Syariat dan Kejahatan dari Thread Lain Yang Agak Menarik (juga saya terjemahkan dari tulisan Devon Shapiro)

Nilai-nilai Islam dan penerapan Syariat menghasilkan angka kejahatan yang lebih rendah. Karena mencapai synonymic state of culture (ketika semua orang menganuti nilai-nilai yang sama), Saudi Arabia memiliki angka kejahatan umum 100x lebih rendah daripada Amerika Serikat.

Penelitian oleh:

Badr el-Din Ali, berjudul Islamic Law And Crime: The Case Of Saudi Arabia, dipublikasikan di International Journal of Comparative and Applied Criminal Justice, Vol. 9(1-2) 1985, hlm 45-57. (Catatan Fajri: iya, saya tahu penelitian ini sudah sangat lama.)

Memeluk Islam bagi tahanan penjara mualaf memberikan sebuah kerangka moral yang membantu mengurangi keagresifan, mengurangi keterlibatan dalam aktivitas illegal, dan angka residivis yang lebih rendah. Ia juga membantu memberikan jaringan untuk memperbaiki kehidupan mereka dan mendapatkan pekerjaan setelah dibebaskan.

Penelitian oleh:

Basia Spalek dan Salah El-Hasan, berjudul Muslim Converts in Prison, dipublikasikan di The Howard Journal of Criminal Justice, Vol. 46(2) 2007, hlm 99-114.