BALADA HARI TUA: KEMARIN OH KEMARIN
Sebut saja namanya X. Sejak kecil dia sudah memiliki passion terhadap matematika. Hidupnya selalu sulit. Selain kemiskinan dan orangtua yang kacau, dia tidak pernah punya teman. Di satu sisi ia sulit bergaul dan tidak ada juga orang yang suka pada geek matematika kecuali saat ujian. Di sisi lain, hatinya selalu kosong tanpa kawan.
Tahun demi tahun, akhirnya saat SMA ia gabung klub matematika. X mulai merasakan indahnya bersosialisasi dengan teman seminat, dan sebagai yang paling jago ia pun dihormati. Semua guru dan kawan selalu menyebutnya pertama jika ditanya siapa yang jago matematika. Tetap saja semua ini hanya atas dasar kebutuhan, tapi hati X mulai senang. Ia merasa dibutuhkan.
Ia mulai kuliah di jurusan matematika terbaik di negaranya, lalu ia langsung loncat ke Ph.D di universitas terbaik dunia. Ia dikenal karena mampu membuat model matematika tiada duanta untuk menyelesaikan beraneka ragam masalah manusia. Orang komputer, fisika, biologi, sosiologi, psikologi, semua mencarinya. Semua membutuhkannya.
Hanya ada satu masalah. Model matematika yang ia temukan ini amat sangat sulit untuk dipahami, bagi orang lain yang ingin belajar akan butuh waktu yang amat sangat lama. Akan tetapi, jika sudah dipelajari sempurna, model tersebut akan mudah dan akurat sekali memecahkan masalah masalah beraneka ragam disiplin ilmu lain. Tentu tiap masalah solusi matematisnya akan beda, tapi mengikuti model buatan X maka mudah sekali menyesuaikan. Andaikan berhasil dipahami.
Sayangnya selama puluhan tahun, hanya X yang paham betul model ini. Ratusan orang mempelajarinya tapi tidak bisa sesempurna buatan X. Karena itulah, banyak sekali orang yang bisa melakukan model X tapi versi kw. X sendiri tetap dicari cari orang bukan hanya untuk mengajarkan karyanya di berbagai kuliah maupun seminar, melainkan juga untuk mengaplikasikan model matematika tersebut dalam penelitian penelitian pihak lain. Pamornya sangat tinggi, dan ia sangat terkenal humble. Ia tidak mematok harga tinggi untuk jasanya. Ilmu pengetahuan berkembang pesat berkatnya.
Tahun demi tahun berlalu, X semakin tua. Masih belum ada yang bisa menirukan kesempurnaan model matematika X. Akan tetapi, orang orang mulai meninggalkan usaha mempelajari model X. Muncullah model Y yang jauh di bawah model X, tapi kualitasnya menyaingi model X kw 1 buatan murid-murid X –tapi lebih mudah dipelajari. Mudah sekali untuk pragmatis. Model X kw makin ditinggalkan, dan pasar pun meninggalkan model X juga. Mereka ingin investasi dengan model yang lebih terjangkau akal generasi mudanya, jadi jika X sudah tidak ada maka mereka sudah terbiasa tanpa X.
Satu persatu tawaran mengajar mulai menghilang, tawaran proyek pun mulai berkurang. Hati X yang selama ini diisi dan dihidupkan oleh “rasa dibutuhkan” kini mulai perlahan lahan kian kosong. Semakin sedikit yang membutuhkannya, dan semakin banyak yang tidak membutuhkannya. Hingga suatu hari, universitas tempatnya bekerja sudah mengurangi jatah mengajarnya dari satu mata kuliah menjadi satu kali kuliah umum per semester. Tiap kuliah itu, setidaknya separuhnya habis olehnya mencela model Y dan orang orang yang berhenti mempelajari model X. lalu tahun berikutnya, sekali per tahun. Itupun bukan khusus untuk membahas model X lagi. Dan X pun tahu bahwa ini pun hanya karena mereka merasa tidak enak kalau sama sekali tidak mengundang beliau.
Ia pun berhenti menerima telpon, email, atau bahkan kunjungan dari pihak universitas. Ia sakit hati.
Malang sekali sang ketua jurusan matematika. Ia ada di waktu dan tempat yang salah. Kemarahan X hanyalah buah frustasi saja. Rasanya baru kemarin sekretarisnya bingung mengaturkan jadwal karena begitu banyaknya permintaan. Rasanya baru kemarin ia sampai kebal jetlag karena begitu sering bepergian ke berbagai belahan dunia. Rasanya baru kemarin.
Kini sekretarisnya itu sudah bekerja di tempat lain. Dan sang ketua jurusan matematika berjalan pergi dari pintu rumah X, dengan kemeja ternoda kue yang tadinya ada di tangan X.
Dari jendela X memandangi beliau pergi, wajahnya juga sedih. Apa yang baru saja dilakukannya? Mantan mahasiswanya itu mungkin saja datang hanya karena tidak enak saja, tapi hati mahasiswanya itu masih terpanggil untuk datang dan ia malah mengusirnya. Padahal bisa jadi sang ketua jurusan itu adalah orang terakhir yang masih memperdulikannya.
Apa kesalahanku, pikirnya. Kenapa semua orang memperlakukanku seperti ini? Kenapa aku tidak diperdulikan lagi? Kenapa aku tidak diinginkan lagi?
Dua hari kemudian X masuk ke sebuah panti jompo. Tiga hari setelahnya ia masuk rumah sakit jiwa karena depresi berat. Seminggu kemudian ia ditemukan meninggal di kamarnya. Pergelangan tangannya tersayat, dan di tangannya ditemukan kertas berisi tulisan yang jelas sekali adalah tulisan tangannya sendiri.
Bunyinya:
“Rasa kehilangan hanya akan ada jika engkau pernah merasa memilikinya”
PS: kisah ini murni fiktif. Kesamaan plot atau nama adalah unsur ketidaksengajaan.