MEMANGNYA KAMU ALLAH?

Kelihatannya banyak orang yang gagal paham beda antara (a) sok menempatkan diri sebagai Allah, dan (b) beriman pada sebuah kitab yang dipercaya turun dari Allah dan berusaha untuk sekedar menyampaikan isinya.

Mudah sekali ketika seseorang mengatakan “perbuatan X adalah perbuatan dosa!” atau “ajaran Y ini adalah ajaran kafir”, asal saja ada pihak lain yang bilang “kamu siapa, kok sok main Tuhan?”. Padahal seseorang itu sekedar menyampaikan apa yang eksplisit tertera dalam kitab suci, atau merupakan penafsiran yang mengikuti kaidah-kaidah yang dikenal dan diterima dalam kerangka agama tersebut. Bukan berarti penafsiran itu pasti benar. Tapi penafsiran (sesuai kaidah) bukan berarti main Tuhan, sebagaimana seorang hakim ketika menafsirkan hukum dia tidak dianggap sok menjadi legislatif. Orang hukum mestinya paling paham akan hal ini.

Masalahnya kita dihadapi dengan pendidikan campur campur antara lain kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang menyebut Norma Agama dan Norma Hukum sebagai dua norma yang terpisah. Padahal ada beberapa agama yang menerapkan aturan hukum sebagai bagian integral dalam agamanya, antara lain Islam dan Yahudi. Apalagi, kita memahami teori-teori hukum tergeneralisir sebagai fenomena sosial yang berubah seiring zaman sehingga untuk memahami teori hukum harus mengamati juga keadaan si pembuat teori vs perkembangan zaman.

Bukannya hukum agama sekaku itu. Dalam Islam, tentu saja ada ruang ijtihad berdasarkan maslahat. After all, dalil dalil ahkam sebetulnya tidak mendominasi keseluruhan materi Al Qur’an dan As-Sunnah, dan sebagiannya pun ada yang terbuka untuk ijtihad sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Tapi jika kemudian jika pihak lain ini ketika mengaku Muslim lalu mendapati sebuah aturan yang dianggap bertentangan dengan norma dan keadaan yang ada sekarang, ini sangat menarik.

Saya kesampingkan dulu pertanyaan apakah si pihak lain ini betul-betul paham mana ranah yang terbuka untuk ijtihad, atau apakah mereka merasa bahwa Allah itu tidak mengetahui apa yang akan terjadi sekarang. Karena intinya, mau dibahasakan apapun, sebuah vonis umum “ajaran Islam yang nggak sesuai zaman harus direvisi” secara logis hanya dapat bermuara kepada satu pertanyaan dari saya:

MEMANGNYA KAMU ALLAH?