MASALAH ISLAM-SYIAH: MENJAWAB BEBERAPA KESALAHPAHAMAN

Daripada kita asal bunyi soal Syiah, bukankah kita lebih baik bertabayyun langsung pada Syiah? Yuk mari. Dalam post kali ini, inshaaAllah saya akan memaparkan beberapa kesalahpahaman soal Syiah Rafidhoh. Ini dikarenakan banyak sekali beredar informasi yang keliru di masyarakat, dan semuanya hanya mengandalkan “katanya katanya”. Tulisan kali ini akan menjawab dari sumber kitab-kitab Syiah sendiri sebagai bukti.

Dengan demikian, apa yang kami katakan tentang Syiah bukanlah kami karang-karang sendiri. Untuk membedakan dengan karya Ulama Islam, Ulama Syiah akan ditandai dengan [X]. Dalam hal ini saya berterima kasih pada Ustadz Jassir Nashrullah yang telah membantu dalam mencari rujukan-rujukan langsung ke kitab-kitab asli Syiah. Betapa luar biasa juga buku yang telah beliau tulis yang sangat membantu saya (klik link ini untuk download buku Ust. Jassir).

Ada dua hal yang perlu dicatat sebelum saya mulai.

Pertama, yang akan saya angkat kitab-kitabnya inshaaAllah adalah tokoh-tokoh yang dianggap ulama besar dan mainstream oleh Syiah. Jadi tidak bisa kita nafikkan ulama-ulama ini sebagai “itu Cuma sebagian dan tidak mewakili”. Selain itu, sebagian dari kita mungkin belum memahami konsekuensinya jika semua ulama salaf atau terdahulu menganggap Syiah adalah bukan Islam, karena keutamaan generasi salaafush shaleh dan Ijma (consensus) mungkin masing-masingnya butuh pembahasan sendiri apalagi bagi yang masih awam. Maka mungkin lebih mudah langsung saja menilai fatwa ulama Syiah.

Kedua, perlu dicatat juga bahwa fatwa ulama Syiah bersifat mengikat, tidak seperti ulama Islam, ahlus sunnah wal jama’ah, yang hanya akan mengikat bila sesuai dengan dalil Al Qur’an dan Sunnah. Karena itu, dapat dipastikan bahwa Syiah yang tidak mengikuti fatwa-fatwa ini adalah Syiah yang sedang tidak mengikuti ajarannya sendiri (entah karena tidak tahu atau berdusta). Mungkin seperti “saya Muslim tapi tidak shalat”, yang jelas pasti banyak yang begini tapi tidak dapat mewakili ajaran Islam.

Mari kita mulai

KESALAHPAHAMAN PERTAMA: SYIAH ADALAH BERMULA DARI POLITIK SAJA, YAITU PERBEDAAN PENDAPAT MENGENAI SIAPA YANG AKAN JADI KHALIFAH PERTAMA: ABU BAKAR ATAU ALI.

Dua kelemahan pernyataan ini:

  1. Ternyata, tidak ada perpecahan politik pada pemilihan khalifah pertama. Memang di awal ada perbedaan pendapat, tapi lawan Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. bukanlah Ali bin Abi Thalib r.a. melainkan Sa’d bin Ubaidah r.a.yang sebetulnya pertama diusung oleh kalangan Anshor sebagai pengganti Rasulullah s.a.w. sebagai pemimpin umat Islam. Musyawarah ini berlangsung dengan damai dan menghasilkan kesepakatan seluruh umat Islam (ijma), memilih Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama. Bahkan termasuk Ali bin Abi Thalib sendiri yang membai’at dari awal.

Perselisihan politik baru dimulai adalah pada pemilihan Khalifah Utsman bin Affan r.a., yang mana ada sebagian umat Islam yang berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib yang harusnya lebih kompeten. Tidak lebih dari itu, walaupun di sini mulai ada bibit bibit ketidak-sukaan dari kalangan loyalis Ali (Kitab Fikih Tarikh Sahabat, hlm 126-127, oleh Ust Rappung Samudin). Barulah di zaman kekhalifahan Ali mulai muncul aliran-aliran yang mulai sesat, misalnya:

  1. Al-Mufaddhilah yang hanya sekedar mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar. Oleh Khalifah Ali, mereka diancam hukuman cambuk.
  2. Al-Sabbabah yang mulai memuji Ali sampai mencela Abu Bakar dan Umar, dan Khalifah Ali memerintahkan kalangan ini dibunuh tapi mereka melarikan diri.
  3. Al-Ghulat yang bahkan mempercayai bahwa Ali adalah tuhan, atau pada beliau ada unsur unsur ketuhanan. Orang-orang ini oleh Ali dihukum mati.

(Ushul Al-Firaq wa Al-Adyan wa Al-Madzhahib Al-Fikriyah, hlm 34-35, karya Syaikh Safar bin Abdurrahman Al-Hawali)

  1. Lalu kemudian pada masa Imam Zaid bin Ali bin Al-Husain (abad 2 hijriah, lebih seabad setelah wafatnya Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan bahkan Ali bin Abi Thalib), barulah muncul Syiah Rafidhah sebagai turunan kaum kaum yang di atas. Kalangan inilah yang menolak ketika Imam Zaid mendoakan rahmat bagi Abu Bakar dan Umar bin Khattab, dan saat itu mereka mulai dikenal dengan nama Syiah Rafidhah (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 9/330-331, karya Imam ibnu Katsir). “Rafidhah” adalah julukan bagi Syiah, yang maknanya adalah “menolak”.

Dengan demikian, walaupun tidak ada satu pun Muslim yang pernah mempermasalahkan Abu Bakar dan Umar bin Khattab dari awal, literature Syiah ini menyebut bahwa umat Islam semuanya murtad setelah wafatnya Rasulullah s.a.w. kecuali hanya sedikit saja (Kitab Al-Ikhtishash, hlm 6, karya Imam Al-Mufid [X]).

  1. Kalaupun benar perbedaannya adalah berakar politik saja. Apakah lantas kita menafikkan perbedaan aqidah yang ditimbulkannya, pura-pura tidak ada? Jawabnya TIDAK. Kalau mau seperti itu, ajaran Nasrani pun tidak berbeda dengan Yahudi karena ditemukan motif politik di sana. Sekalian saja, ada juga motif ekonomi sebagai alasan para penyembah berhala Quraish menolak dakwah Rasulullah s.a.w., apa mau dibilang agamanya sama tapi “Cuma beda karena motif ekonomi politik”? Tentu tidak.

InshaaAllah inilah yang akan kita bahas di poin poin berikutnya.

KESALAHPAHAMAN KEDUA: PERBEDAAN SYIAH DENGAN ISLAM BUKANLAH PADA SYARIAT AQIDAH, MELAINKAN PADA FIQIH SAJA.

Dua tanggapan terhadap klaim ini:

  1. Utamanya, kelemahan dari klaim ‘tidak beda aqidah, hanya fiqih’ adalah bahwa klaim ini berasal dari orang-orang yang kalau bukan kurang ilmu berarti pendusta. Sayangnya klaim ini terkenal. Perlu dicatat bahwa dalam bab aqidah kita membahas perkara-perkara yang sangat fundamental yaitu misalnya konsep Tauhid, rukun iman, dan lainnya, di mana pelanggarannya dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Perkara ini perlu dijabarkan lebih lanjut dalam poin-poin kesalahpahaman berikutnya.
  1. Penting juga dicatat bahwa urusan rukun Iman, satu rukun saja tidak terpenuhi maka gugurlah seluruh Iman seseorang. Itulah hakikat rukun dari kata arkan, sebagaimana kalau shalat ketika satu rukun terlewat maka shalatnya tidak sah sama sekali.

KESALAHPAHAMAN KETIGA: MASALAH SYARIAT AQIDAH – YANG PENTING TUHANNYA MASIH ALLAH, BERARTI MASIH ISLAM

  1. Tidaklah cukup hanya mengakui Allah sebagai Rabb, melainkan juga tidak boleh menyembah selain-Nya. Karena kesyirikan adalah kekafiran dan dosa terbesar dalam Islam dan tidak akan diampuni kecuali mati dalam bertaubat darinya (Surah An-Nisa ayat 48).
  2. Konsep Tauhid adalah komprehensif, tidak seperti ‘monoteisme’ secara umum. Syirik pun tidak sesederhana menyembah Zeus saja. Konsep tauhid agak panjang kalau mau dijelaskan secara rinci, tapi berikut beberapa contoh:
  3. Seseorang yang mempercayai adanya Allah tapi mengira jimat atau rasi bintang berpengaruh pada peruntungan dan nasib seseorang, adalah syirik.
  4. Menjadikan berhala sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah juga merupakan syirik (Surah Az-Zumar ayat 3).
  5. Nama-Nama Allah atau Asmaul Husna adalah hanya milik Allah saja (Surah Al-A’raf ayat 180) dan tidak ada yang menyamainya dalam Nama maupun Sifat (Surah Maryam ayat 65, Surah Al-Ikhlas ayat 4).

Dengan demikian, menisbatkan Nama dan Sifat Allah kepada selain Allah adalah tergolong kesyirikan.

  1. Ajaran Syiah banyak yang berisi kesyirikan misalnya antara lain:
    1. Imam Syiah adalah Asmaul Husna (Kitab Al-Kafi, 1/143-144, karya Imam Al-Kulani [X])
    2. Imam Syiah adalah mata, telinga, dan lisan Allah (Kitab At-Tauhid, hlm 167, Karya Imam Muhammad Ali Ash-Shaduq [X])
    3. Barang siapa berdoa kepada Allah melalui kami maka dia beruntung, dan siapa yang berdoa tanpa melalui kami maka dia binasa.” (Biharul Anwar, 23/103, karya Imam Al-Majlisi [X])
    4. Saking Imamnya dianggap mendekatkan pada Allah: Pup dan kencing Imam Syiah tidak najis, malah suci, dan justru jika dikonsumsi akan terhindar dari neraka dan masuk surga (Kitab Al-Anwar Al-Wilayah, hal. 440, Karya Imam Zaenal Abidin Al Kalbayakani [X])

KESALAHPAHAMAN KEEMPAT: MASALAH SYARIAT AQIDAH – SYIAH BERIMAN KEPADA NABI ALLAH JUGA KAN?

Simpel saja tanggapan untuk poin ini. Memang betul Syiah juga beriman kepada Nabi Allah. Akan tetapi ketika Umat Islam percaya bahwa para Nabi adalah manusia terbaik apalagi Muhammad Rasulullah s.a.w. sebagai Uswatun Hasanah (Surah Al-Azhab ayat 21), Syiah justru mengatakan bahwa para Imam Syiah lebih utama daripada para Nabi Allah (Kitab Bihar al-Anwar, 26/297, karya Imam Al-Majlisi [X]).

Islamkah yang mengajarkan ini?

KESALAHPAHAMAN KELIMA: MASALAH SYARIAT AQIDAH – SELAMA KITABNYA MASIH AL-QUR’AN, MASIH MUSLIM?

  1. Syiah mempercayai bahwa Al-Qur’an yang asli diumpetin oleh Imam Syiah, dan Al-Qur’an yang dipegang oleh kita adalah sudah dipalsukan (Kitab Awail Al-Malaqat, hlm 49, Imam Al-Mufid [X], Kitab Ad-Durar An-Najafiyyah, hlm 298, karya Imam Yusuf Al-Bahrani [X]). Padahal kita mengimani bahwa Al-Qur’an adalah dijamin keasliannya sepanjang zaman (Surah Al-Hijr ayat 9). Yakin, Kitabnya masih sama antara Islam dan Syiah?
  2. Sebagian Ulama Syiah zaman sekarang mengingkari hal ini. Tapi selain bahwa mengimani Al-Qur’an bukanlah satu-satunya rukun Iman, ternyata sebagian Ulama Syiah yang mengingkari pemalsuan Al-Qur’an adalah berdusta supaya kita mempercayai mereka (Kitab Al-Anwar An-Nu’maniyah, 2/357-358, karya Imam Al-Jazairiy [X]). Dusta seperti ini adalah disebut taqiyah, yang merupakan bagian dari ajaran Syiah dan akan dijelaskan nanti.

 

KESALAHPAHAMAN KEENAM: TIDAK BOLEH TERLALU MUDAH MENGKAFIRKAN SESAMA MUSLIM

  1. Betul sekali, tidak boleh asal/sembarangan mengkafirkan sesama Muslim. Hadits Rasulullah s.a.w. berkata bahwa ketika seorang Muslim mengkafirkan saudaranya, maka ucapan ‘kafir’ akan kembali ke salah satunya. Tapi bisa dilihat bahwa hadits ini bermakna dua. Selain bahwa tidak boleh asal mengkafirkan, tapi juga bermakna bahwa bisa saja yang dituduh kafir itu memang kafir karena sudah murtad.
  2. Ada hal-hal yang memang bisa membuat seseorang batal Islamnya. Tapi tidak mudah mengkafirkan orang, hanyalah Ulama yang boleh melakukannya dengan proses investigasi yang panjang. Intinya, yang tidak boleh adalah ASAL/SEMBARANGAN mengkafirkan orang yang secara praduga (pengakuan) adalah seorang Muslim (kaidah-kaidahnya klik di sini). Kunci pada kata ASAL/SEMBARANGAN. Makanya, tidak boleh secara mutlak kita langsung menyalahkan seseorang yang asal mengkafirkan
  3. Satu lagi yang perlu difikirkan tentang hadits di atas adalah bahwa kalau kita yang mengaplikasikannya, sungguh kita tidak tahu kepada siapa ucapan ‘kafir’ itu akan berbalik –apakah pengucap atau yang diucap. Tapi apa yang terjadi kalau ada yang mengkafirkan seseorang yang sudah pasti terjamin keislamannya dan surganya? Bukankah berarti sudah pasti ucapan kafir akan berbalik pada yang mengucap?
  4. Ingatlah bahwa Syiah menganggap bahwa nyaris seluruh umat Islam telah kafir saat meninggalnya Rasulullah s.a.w., dan terutama bagi mereka yang paling kafir adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan (Kitab Bihar al-Anwar, 30/523-577, karya Imam Al-Majlisi [X])
  5. Ingatlah bahwa Rasulullah sendiri mengatakan bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman sudah terjamin surganya (lihat link ini secara umum, khususnya footnote No. 9)
  6. Bagaimana rasanya kalau ibu kita dikatakan pelacur dan kafir? Sesungguhnya istri-istri Rasulullah s.a.w. merupakan Ummul Mu’miniin (ibunya kaum Muslimin), dan oleh Syiah mereka dikatakan kafir (Kitab Taqwim Asy-Syi’ah, hlm 287, karya Imam An-Naisaburiy [X], Kitab Asy-Syihab Ats-Tsaqib fii Bayani Ma’na An-Nashib, hlm 236, Imam Yusuf Al-Bahrani [X]). Bahkan Aisyah r.a. dikatakan sebagai pezina (Kitab Al-Fahisyah Al-Wajh Al-Akhar li ‘Aisyah, pada seluruh isinya, karya Imam Yasir Al-Habib [X])
  7. Sekalian, seakan kurang, seluruh umat Islam, ahlus sunnah wal jama’ah, pun dianggap kafir oleh mereka. Malahan, halal darahnya dan boleh diambil hartanya (Kitab Hada’iq al-Nadhira, 18/156, oleh Imam Yusuf Bahrani [X], Kitab Tahrirul Wasilah, hlm 318, karya Ayatollah Khomeini [X])
  8. Perlu dicatat bahwa sebenarnya memang dalam banyak hal, Syiah mengarahkan permusuhan pada kaum yang disebut sebagai “nawasib/nasibi”. Pada asalnya, kalangan nawasib adalah aliran sesat yang merupakan kebalikan Syiah, yaitu justru mendukung Mu’awiyah dengan membenci Ali dan ahlul bait (pada konflik Mu’awiyah dan Ali, ahlus sunnah mengatakan Ali yang benar tapi tidak mencela Mu’awiyah). Ahlus sunnah pun menyatakan bahwa nawasib ini sesat.
  9. Akan tetapi, Syi’ah memperluas makna Nawasib/Nasibi untuk mencakup banyak hal antara lain “siapa yang menganggap ada yang lebih utama daripada Ali” (Kitab Jawahir Al-Kalam, 6/66, karya Imam Muhammad Hasan Al-Najafi Al-Jawhari [X]). Padahal, Ahlus Sunnah memang menganggap Ali sangat mulia tapi Abu Bakar dan ‘Umar lebih tinggi posisinya. Sebagaimana dijelaskan di atas, ‘Ali bin Abi Thalib sendiri pun meyakini demikian.
  10. Lebih tegas lagi, selain mendukung pendapat Imam Muhammad Hasan Al-Najafi Al-Jawhari [X] di atas, ulama Syiah lain Imam Hussain ibn Al-Shaykh Muhammad Al-Usfuur Al-Drazi Al-Bahrani [X] tanpa ambigu lagi mengatakan bahwa merupakan kesepakatan di antara mereka bahwa yang dimaksud Nasibi/Nawasib ya adalah kalangan Sunni (Kitab Mahasin Nafsaniyah Fi Awjiba Masail Khurasaniyyah, hlm 147).
  11. Bandingkan dengan ajaran Islam yang lurus. Bagi kita, ajaran Syiah adalah sesat bahkan bisa sampai kafir. Tapi apakah pemeluk Syiah langsung serta merta dianggap kafir? Komisi Fatwa Al-Lajnah Daimah (Saudi Arabia) mengatakan bahwa itu tergantung aliran masing-masing, karena Syiah banyak alirannya. Syaikh Adel Al-Kelbani (mantan Imam Masjid al-Haram, Mekkah) berkata bahwa walaupun ajaran Syiah adalah kafir, tapi pemeluknya yang awam secara default (praduga) secara hukum dianggap Muslim karena mengaku Musim. Untuk mengkafirkan individu, butuh proses sebagaimana disinggung di poin 2 di atas. Karena itulah Saudi Arabia tetap tidak melarang Syiah untuk naik Haji atau Umrah. Lihatlah betapa hati-hatinya ajaran Islam dalam perkara ini!

 

KESALAHPAHAMAN KETUJUH: KENAPA KITA TIDAK BERTABAYYUN DENGAN SYIAH?

  1. Boleh saja bertabayyun dengan Syiah, kenapa tidak. Hanya saja, ajaran taqiyah mereka membuat mereka sulit dipercaya.
  2. Taqiyah, menurut Ulama Syiah, bermakna mengatakan atau melakukan (sesuatu), berlainan dengan apa yang kamu yakini untuk menolak bahaya dari dirimu atau hartamu atau untuk menjaga kehormatanmu (Kitab As Syi’ah fil Mizaan, hal. 48, karya Muhammad Jawaad Mughniyah [X]). Intinya ya bohong. Sepintas tampak masuk akal. Akan tetapi, harusnya ini berlaku hanya pada saat darurat saja kalau menurut definisi tersebut dan bukan ‘hukum asalnya’.
  3. Akan tetapi, ajaran Syiah eksplisit menyatakan bahwa 90% agama terletak pada taqiyah, dan tidak ada agama bagi yang tidak melakukan taqiyah (Kitab Al-Khishal, 1/25, Imam Ibnu Babuwaih Al-Qummi [X], juga Ushul Al-Kafi, 2/172, Imam Al Kulani [X]).
  4. Ayatollah Khomeini, ulama Syiah terbesar zaman ini yang diikuti kaum Syiah di seluruh dunia (meninggal belum terlalu lama), berfatwa bahwa taqiyyah itu wajib terhadap umat Islam, walaupun dalam keadaan aman dan tidak ada ketakutan terhadap keselamatan dirinya atau keadaan lainnya (Kitab Ar-Rasail, 2/201, karya Ayatollah Khomeini [X]).
  5. Bolehlah ini debatable, tapi setidaknya wajar saja ketika ada sebagian dari kita yang waswas ketika mencoba bertabayun kepada Syiah. Karena sesuai dengan fatwa ulama Syiah sendiri, kita berharap si Syiah tidak mematuhi fatwa ulamanya (padahal mengikat).
  6. Setidaknya, yang jelas lebih mudah mengatakan bahwa ‘kitab syiah lebih mewakili ajaran Syiah, daripada jika kita menanyakannya pada orang Syiah sendiri’, takutnya dia sendiri ndak paham atau berbohong.

BONUS: BEGINILAH FIQIH SYIAH

  1. Memang, Syiah mengklaim mengikuti Madzhab Fiqih dari Imam Jafar Ash-Shadiq. Mungkin tanggapan pertama adalah bahwa Imam Jafar ini sendiri bukanlah Syiah melainkan Ulama Islam beraqidah lurus Ahlus Sunnah Wal Jamaah menurut sumber sumber yang otentik (lebih lengkap tentang Imam Jafar bisa diklik di sini).
  2. Perbedaan fiqih memang tidak serta merta mengakibatkan kekafiran. Akan tetapi, biasanya perbedaan fiqih ini dalam hal yang mendetail saja. Misalnya, (i) dalam shalat jahriyah apakah ‘bismillah’ dikeraskan oleh imam? (ii) ketika tahiyat, apakah telunjuk diam atau bergerak-gerak? (iii) Haruskah zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok, atau boleh berupa uang? (iv) ‘Mengirim bacaan Al-Fatihah’ kepada yang sudah meninggal, bolehkah? Seperti inilah perbedaan fiqih, yaitu pada detail saja.
  3. Fiqih Syiah: Silahkan menilai sendiri dari beberapa sampel fatwa ulama Syiah dalam perkara fiqih:
    1. Boleh kawin kontrak (mut’ah) sampai 1000 kali dengan wanita sewaan (Kitab Al-Kafi, 5/452, oleh Imam Al-Kulani [X])
    2. Jika seorang laki laki mau kawin kontrak dengan seorang perempuan, tidak penting mengetahui apakah si wanita tersebut sudah bersuami atau belum (Kitab Al-Kafi, 5/462, oleh Al-Kulani [X])
    3. Kalau wanita hamil setelah berulang kali kawin kontrak, bagaimana tahu yang mana ayahnya? Fatwa Imam Al-Khoei [X]: DIUNDI (http://www.al-khoei.us/fatawa1/index.php?id=1928)
    4. Boleh bermesraan dengan syahwat birahi dengan seorang BAYI asalkan tanpa penetrasi yaitu dengan cara menggesek2kan batang kemaluan laki-laki kepada selangkangan si bayi (Kitab Tahrir al-Wasilah, 2/241, karya Ayatollah Khomenei [X])
    5. Pantat bukanlah aurat (Kitab Wasailusy-Syi’ah, 1/365, Imam Al-Hurr Al-Amili [X])
    6. Dan lain sebagainya

BONUS 2: RITUAL SYIAH

Syiah merayakan Asyura dengan melukai diri sendiri secara massal. Silahkan cari saja ‘asyura syiah’ atau ‘Ashura Shia’ atau ‘tathbir’ di youtube, tapi hanya kalau anda kuat melihat darah.

Atau bagi anda yang berbaik sangka bahwa ‘anak-anak tidak mungkin dilibatkan atau ikut disakiti’, mungkin pertimbangkanlah untuk menambahkan kata kunci ‘anak-anak’ atau ‘children’ bersama-sama dengan yang di atas.

Yah, keanekaragaman budaya lah ya? 🙂

PENUTUP

Bagi kalangan HAM, toleransi antar umat begitu pentingnya. Konteks Indonesia, semangat Bhinneka Tunggal Ika juga membutuhkan hal tersebut. Akan tetapi, toleransi tidak berarti tidak mengakui adanya perbedaan. Tentu ia tidak berarti memungkiri perbedaan.

Tulisan ini hanyalah menjelaskan perbedaan Islam-Syiah secara kategori, mengingat ia sangatlah berbeda dengan Islam. Karena, seberapapun toleransi antara kalangan vegetarian dan non-vegetarian, tentu semua sepakat bahwa seseorang yang senang makan steak sapi jelas bukanlah seorang vegetarian.