ASAL MENGKAFIRKAN VS ASAL MENUDUH ASAL MENGKAFIRKAN

 

Selama beberapa tahun ini saya mencoba mengamati di sekeliling saya, khususnya tentang fenomena takfir. Tidak sedikit yang pernah menyebut kafir pihak lain, dan tidak sedikit pula yang merespon dengan ‘jangan asal mengkafirkan’. Saya penasaran, siapa sih yang sebenarnya ngasal di sini?

Saya pun mengamati, setidaknya sejauh yang bisa saya amati. Lalu saya pertimbangkan hal-hal di bawah ini:

BAGI YANG MELAKUKAN TAKFIR (MENGKAFIRKAN)

  1. Apakah ia bisa menjelaskan, apa yang ada atau dilakukan oleh orang yang ia kafirkan itu?
  2. Apakah ia bisa menyebutkan dalil yang melandasi takfirnya itu?

 

BAGI YANG MENUDUH SI PENTAKFIR “ASAL MENGKAFIRKAN”

  1. Apakah ia bisa menjelaskan, si X mengkafirkan itu hujjahnya apa?
  2. Apakah ia bisa menjelaskan, dalil yang melandasi “takfir yang ngasal” itu seperti apa?

 

Penjelasan Indikator

Untuk dalil, saya cuma melihat minimal dua hal:

A. Dia bisa menyebutkan surat dan nomor ayat, atau menyebutkan arti ayat yang dekat sekali dengan terjemahan ayat tersebut (untuk Al-Qur’an), dan/atau menyebutkan arti hadits yang dekat sekali dengan terjemahan hadits tersebut atau menceritakan isi hadits tersebut tanpa mengurangi makna dzahirnya, dan:

B. Dalil tersebut ‘nyambung’ dengan pokok permasalahan yang diklaim diambil maknanya. Misalnya Surah Al-Maidah ayat 44 masih nyambung untuk mengkafirkan orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, tapi Al Kafirun ayat 6 tidak nyambung untuk tidak mengkafirkan orang.

Saya tidak menjadikan “pemahaman dalilnya benar atau tidak” sebagai ukuran di atas, karena saya belum berkompetenlah untuk itu. Tapi bagi saya lebih mudah menerima secara prima facie bahwa orang yang bisa menyebut dan dalil (Qur’an dan/atau hadits) secara baik adalah salah satu tolak ukur, daripada ‘sekedar tau intinya saja walau nggak hafal dalilnya’.

Ini adalah karena tidak mungkin mengetahui hukum tanpa mengetahui lafadz dalilnya.

 

TERNYATA HASILNYA

BAGI YANG MELAKUKAN TAKFIR (MENGKAFIRKAN)

Hampir semuanya bisa menjelaskan poin 1. Mayoritas bisa menjelaskan poin 2, bahkan lebih dari itu.

BAGI YANG MENUDUH SI PENTAKFIR “ASAL MENGKAFIRKAN”

Hampir semuanya tidak bisa menjawab poin 1 maupun poin 2.

 

Pertanyaannya: seberapakah sampel saya ini representatif??