Legends of Legend: Chapter II – The Explossion
Guys, finally here goes: Chapter two!
CHAPTER 2
THE EXPLOSSION
Kisah dimulai dari sebuah kota besar di Devilmare. Kota ini adalah kota terbesar Devilmare walaupun bukan ibukotanya. Nama kota ini adalah Birberisa. Kota ini adalah pusat dagang. Namun nyaris tak ada pedagang dari luar negeri, sebab tentu saja mereka tak boleh masuk. Hampir semuanya pedagang lokal atau dari kota-kota tetangga. Berbagai pedagang menjual berbagai jenis dagangan. Ada penjual makanan, hiasan, dan sebagainya. Mereka semuanya merupakan wanita dan anak-anak, mengingat adanya wajib militer sejak dini.
Karena ramainya kota ini, banyak pula bangunan-bangunan lain didirikan. Seperti penginapan, rumah makan, dan lain-lain. Tapi kini bukan pusat perdagangan yang membuat kota ini banyak dikunjungi orang lain, melainkan teater opera. Dulu teater ini hanya sebuah panggung yang ditonton di lapangan terbuka, tapi karena pertunjukannya kian diminati dan laba yang besar, teater itu berkembang terus, hingga akhirnya jadi salah satu teater terbesar di Zenton. Teater ini, yang dikenal sebagai ‘House of the Maestro’, mampu menampung hingga puluhan ribu penonton.
Tempat ini dilengkapi sistem pengeras suara yang tidak ada di teater manapun selain ini. Tentu ini bukan microphone, tapi semacam alat yang diciptakan oleh ilmuan-ilmuan Devilmare yang kreatif dari hasil seni ilmiah yang digabungkan dengan sedikit magic, menghasilkan sebuah penemuan yang sangat berguna. Jika alat ini diaktifkan, semua suara di area panggung teater akan diperbesar menyesuaikan dengan jarak. Itulah sebabnya semua penonton, mulai dari barisan terdepan hingga yang terbelakang dapat menikmati pertunjukan dengan maksimal, tapi orang yang di luar tidak bisa mendengar. Siapa suruh mereka tidak beli karcis masuk? Jadi, tidak ada yang bisa curi-curi dengar dari luar.
Walau begitu, tidak sering teater ini betul betul penuh. Hari ini tak satupun bangku kosong. Sedang ada pertunjukan di sana. Tapi kali ini bukan pertunjukan musik atau opera biasa yang dipertunjukkan. Sedang diadakan pertunjukan opera lawak. Grup orkes pengiringnya khusus, yaitu orkes pribadi istana. Grup pelawak yang ditampilkan juga sebetulnya pelawak pribadi Rafdarov, tapi sudah dua atau tiga kali tampil di teater ini. Grup ini bernama C’Nut, menurut anggotanya, itu bunyi orang dicubit. Para pelawak yang merupakan anggota grup ini adalah Marino Obelos, Eko Lakasonos, Adin Cardalos, dan Daffy Amaros.
Grup ini salalu berhasil mengocok perut siapa saja yang menonton sebab lawakan yang mereka bawakan tak pernah sama. Rafdarov V yang begitu keji saja bisa terpingkal pingkal jika grup ini tampil untuknya tiap sebulan sekali. Keempatnya diberi kepercayaan lebih oleh Rafdarov V. Beliau sering mengajak keempatnya mengobrol dan berdiskusi. Rafdarov sangat menyukai mereka. Bukan hanya karena lawakan saja, tapi karena keempat orang ini sangat cerdas, dan jalan pikiran mereka begitu bagus. Diskusi mereka selalu berakhir dengan jalan keluar yang sempurna dan menyenangkan. Walau begitu, keempatnya selalu menghindari diskusi mengenai masalah perang.
Ada satu orang yang tidak menyukai keempat pemuda berusia lima belas tahun ini. Dia adalah Jester Riddikulo, penasehat istana, dan rupanya seperti seorang joker. Dia tidak menyukai mereka karena semenjak keempatnya direkrut untuk melawak, dan sering diajak ngobrol oleh Rafdarov V, mereka mulai lebih dipercaya daripada Jester dan bahkan lebih sering dimintai nasehat. Jester ini orang yang sangat licik, blue mage (pengguna magic yang memanfaatkan kekuatan waktu, dan dimensi) yang sangat handal, dan cemerlang. Sebetulnya yang membuat Kwartet Lawak C’Nut lebih sering dimintai nasehat ialah karena biasanya Jester memberikan nasehat tanpa penjelasan yang cukup, sehingga tak jarang Rafdarov mengabaikan, atau meminta penjelasan ulang karena belum paham akan alasan nasehat tersebut diberikan, bahkan terkadang sampai dijelaskan berulang kali pun Rafdarov V tetap belum paham betul. Singkat kata, penjelasan Jester sering kurang rasional. Sedangkan kalau minta nasehat pada C’Nut, mereka akan langsung menjelaskan secara logis mengapa langkah yang oleh mereka perlu diambil, sehingga Rafdarov V akan jauh lebih cepat paham intinya.
Mengenai masalah magic, orang yang melakukan magic disebut mage. Ada berbagai macam mage berdasarkan sihir yang mereka lakukan. Pertama, ada black mage. Mereka memakai sihir-sihir yang bersifat elemental, biasanya untuk penyerangan, seperti api, air, petir, dan lainnya. Biasanya, tiap black mage hanya menguasai magic-magic dari satu elemen tertentu saja, tapi ada black mage yang bisa menguasai beberapa elemen, bahkan semua elemen sekaligus. Mereka yang bisa seperti itu dengan syarat minimal tiga elemen yang disebut black wizzard(black witch untuk wanita), namun jumlah mereka relatif sedikit. Apalagi yang menguasai semua elemen dan pada masing-masing elemen, sudah menguasai hingga magic tingkat tertinggi. Pada tiap elemen, ada berbagai sihir dalam berbagai tingkatan.
Lalu ada white mage, penyihir putih, yang sihirnya hampir semuanya untuk penyembuhan penyakit dan ramuan kesehatan. Misalnya sihir penyembuhan luka, penyembuh racun, ramuan-ramuan obat dan sebagainya. Mage yang menguasai satu elemen pada black magic dan ilmu putih sekaligus disebut Red mage, dan Black wizzard yang juga bisa white magic disebut red wizzard. Mereka juga diperlukan untuk menangkal sihir-sihir kegelapan yang sudah bekerja. Sihir-sihir kegelapan ini dilakukan oleh para dark mage. Berbeda dengan black mage, mereka memakai sihir yang berhubungan dengan racun, penangkal racun, dan iblis. Sihir-sihir iblis jarang ditemukan, seperti langkanya dark mage. Sihir iblis yang paling kuat dan berbahaya dapat dilakukan dengan summon iblis, digunakan untuk meminta kekuatan Lucifer, sang raja iblis.
Sayang, benda ini tak pernah ditemukan. Hanya ada di legenda saja. Sihir-sihir gelap yang berupa hipnotis, santet, kutukan, sihir ketakutan, dan sihir pemanggil hantu saja yang bisa dilawan dengan ilmu putih. Sisanya harus dilawan dengan sihir apa saja yang lebih kuat.
Lalu blue mage, seperti Jester Riddikulo, juga langka, menggunakan kekuatan waktu, dan dimensi, seperti gerbang teleportasi, dimensi, sihir-sihir untuk memanggil beberapa jenis benda dari luar angkasa, terbatas tentu saja, dan lain-lain. Yang paling unik adalah metamorph mage. Cukup langka, sebab harus betul-betul punya izin dan sangat sulit untuk menjadi salah satunya. Lebih langka lagi, sebab tak banyak yang mau jadi mage seperti ini. Metamorph mage mampu mengubah sebuah benda jadi benda lain. Bahkan yang ilmunya sudah sangat tinggi, mampu memunculkan benda dari udara kosong. Ini tak berfungsi pada mahluk hidup. Ada sihir yang bisa dilakukan dark mage, yang merubah manusia jadi benda lain(kutukan). Tapi, ada resiko kalau mau jadi metamorph mage. Tak jarang pada saat menyihir, sang mage sendiri ikut berubah.
Mage yang bisa melakukan kemampuan beberapa jenis mage sekaligus, sebagai contoh, red wizzard yang juga bisa Blue magic sekaligus, disebut sorcerer. Di Zenton diketahui ada sepuluh Sorcerer yang masih hidup. Sorcerer yang bisa melakukan semua jenis sihir, yaitu White, Black, Blue, Dark, dan Metamorph sekaligus, disebut Master sorcerer. Tidak ada Master sorcerer yang masih hidup dan diketahui keberadaannya semenjak Master sorcerer yang terakhir wafat. Dia bernama Goldart dan dia wafat dalam usia tiga ratus tahun lebih. Menurut mitos, ada dua Master sorcerer sebelum masa Goldart, mereka berdua bermusuhan. Mereka bernama Morris dan Kaine. Seorang Master sorcerer bisa semua magic, tapi pasti ada satu yang paling menonjol dan lebih utama dipakai. Morris, menonjol di Black magic berelemen angin, konon berusaha menghancurkan Zenton dan akhirnya ia berhasil dibunuh oleh Kaine, yang menonjol di Black magic pula, tapi berelemen api. Menurut legendanya, Kaine ini pergi ke Dark Land. Dari kisah inilah Dark Land melegenda.
Selain magic di atas, ada dua jenis magic lain yang jika dikuasai tidak akan dimasukkan kategori sebagai sorcerer atau Master sorcerer. Yang pertama, adalah Alchemia Mage. Ini diragukan sebagai sihir dan orang malas untuk jadi mage semacam ini. Mereka meramu berbagai bahan untuk jadi ramuan, tapi dengan bantuan sihir yang bermain-main dengan sifat suatu bahan (ilmu yang diterapkan adalah genetika, karena semua bahan biasanya dari mahluk hidup, atau organik. Mutasi di sini tak hanya mematikan gen atau sifat, tapi bisa menukar-nukar gen antar mahluk atau bahan ramuan. Kok bisa? Namanya juga sihir). Maka, tidak banyak orang yang sudi jadi mage yang dianggap tak berguna ini. Yang terakhir adalah Summoner.
Tidak dianggap, sebab belum ditemukan orang yang dapat melakukannya. Ini hanya ada di legenda saja. Summoner akan memanggil semacam mahluk untuk melakukan sesuatu, misalnya menyerang musuh. Mahluk yang akan disummon ini dipanggil dari jiwa si summoner. Banyak summon yang melegenda. Sebagai contoh, leviathan, sang penjaga laut, Gorulo, sang naga raksasa (naga ada, pada jaman ini, tapi terbilang langka. Hanya terdapat di pedalaman hutan-hutan besar, tapi Gorulo ini konon enam kali lebih besar dari naga terbesar sekalipun, konon.), Howler, sang hantu mengerikan, lalu summon iblis, yang juga dikenal sebagai kekuatan Dark magic yang terkuat. Konon, summoner tidak bisa sering menggunakan kekuatannya. Tiap harinya dibatasi. Jika melampaui batas, menurut cerita, jiwa sang summoner akan ikut keluar, sehingga mati, dan sang summon yang tak dapat dipanggil lagi akan berkeliaran dengan abadi sampai ada yang membunuhnya.
Layar tertutup seiring dengan gemuruh tawa dan tepuk tangan penonton, tidak butuh pengeras suara untuk terdengar hingga keluar. Di balik layar, Marino dan ketiga temannya sedang membereskan kostum saat seorang prajurit yang jangkung, wajahnya merah habis tertawa hebat, masuk. Dia menyerahkan sebuah kantung emas pada mereka. “Tambahan dari Yang Mulia.” katanya. Seperti biasa, insting lawak mereka keluar. Melihat isi kantung emas itu, entah kenapa, keempatnya langsung melotot, gemetar, kejang, lalu jatuh sambil mengerang dan menutupi kedua bola mata mereka.
Setengah menahan geli sambil setengah takut jika betul-betul ada yang terjadi pada mereka, para petugas kebersihan yang kebetulan berada di situ dan prajurit tadi langsung mengelilingi mereka. “Kalian kenapa?” tanya seseorang.
Sambil masih terkapar, Eko menjawab dengan nada ketakutan, ”Emasnya! Emasnya!”
Si prajurit membuka kantung emas tadi memeriksa dengan teliti mengira ada apa-apa di dalamnya, dan orang-orang sekitarnya mengintip dengan penasaran, tapi tidak ditemukan apapun. “Memang emasnya kenapa?” sang prajurit tambah penasaran, lalu tiba-tiba keempatnya berdiri lagi. “Tak apa. Cuma silau,” meledaklah tawa dari area balik layar itu, membuat beberapa orang yang kebetulan masih di bangku penonton menjadi penasaran.
Setelah mengobrol sejenak dengan Rafdarov, keempatnya pulang dengan menunggang kuda. Mereka menuju sebuah desa di sebelah barat Lenny. Perjalanan ini sebetulnya memakan waktu dua hari, tapi karena bukan per-’jalan’-an (dan bukan dengan maksud yang jelas), melainkan per-‘naik kuda’-an(dan melainkan maksud yang sama sekali tidak ada), sehingga hanya butuh waktu empat hari. Keempatnya berbelok di sebuah jalan di tengah hutan Lenny, menuju bagian hutan yang amat gelap, lalu turun dari kuda.
“Demi kehancuran Iblis!” teriak Adin ke dalam kegelapan hutan yang gelap, meski saat itu malam belum tiba, lalu melompatlah sebuah bayangan gelap ke hadapan mereka.
Ternyata itu adalah seorang ninja berjubah biru dan hijau gelap. “Kenapa secepat ini? Tumben sekali kalian dapat cukup informasi untuk diberikan padaku dalam waktu secepat ini. Belum sebulan. Apa yang kalian dapat? Banyakkah?” tanyanya.
“Maaf, Zi, yang baru saja kami dapat ini tidak banyak, tapi berarti sangat banyak,” gumam Eko.
“Aku jadi ingin tahu. Eh, ‘berarti banyak’ katamu? jangan jangan, desas-desus summon iblis…” Zi si ninja menerka, dan ternyata terkaannya betul.
“Betul. Kelihatannya summon itu betul-betul ada. Beberapa hari yang lalu, saat kami berdiskusi dengan kami, akhirnya dia berhasil juga kami pancing untuk terceplos. Setelah kami beri puja-puji pada kekuasaannya, penjara buatannya, akhirnya dia bilang,’Semua itu berkat Lucifer yang senantiasa berada di sisiku. Meski dia belum bisa langsung menemuiku. Tapi, aku belum bisa cerita siapa Lucifer ini.’begitu katanya, sambil mengelus sebuah bandul di lehernya yang berwarna merah gelap. Lucifer adalah…” Marino tak menyelesaikan, menunggu Zi untuk melengkapinya. “…Raja para iblis. Konon, segel Lucifer itu hanya bisa dibuka, bahkan hanya bisa muncul dan ditemukan dengan jimat summon iblis. Tapi berdasarkan apa yang ia katakan pada kalian, ia belum bisa membuka segel Lucifer. Menurut legenda dan mitos, banyak sekali syaratnya. Meski demikian tentu summon bisa dipakai untuk memanggil kembali kekuatan-kekuatan iblis lain yang dulu telah lama terbuang dan terkutuk.” Zi menjelaskan.
“Dan menurut mitos yang kau katakan tadi, syarat-syarat untuk memanggil (mensummon) Lucifer apa saja? Pasti Rafdarov sudah penuhi sebagian, tapi sisanya kalau bisa harus dicegah,” tanya Adin.
“Aku cuma tahu sedikit,” kata Zi. “Pertama, jimat summon iblis. Kedua, harus dibangun sarang dimana Lucifer akan ditempatkan dan di sarang ini harus terbagi dalam enam ratus enam puluh enam sektor, tiap sektor terbagi enam ratus enam puluh enam bagian, dan tiap bagian terdiri dari enam ratus enam puluh enam pintu, dimana di balik setiap pintu itu harus ada satu korban yang disiapkan. Berarti…” Zi berfikir sejenak, lalu meneruskan,”…berarti akan ada 295.408.296 mahluk hidup akan masuk situ. Tapi, tak semuanya manusia. Tiap bagian harus berisi mahluk hidup yang berbeda. Berarti, er…443.556 jenis mahluk hidup akan masuk ke sana, dan 666 orang akan dibantai. Sarang ini juga harus selesai dalam waktu 666 hari.”
“Itu Lucifer’s Den!” kata Marino.
Zi meneruskan,”Betul. Tapi, tak sembarang orang bisa jadi persembahan. Jika orang yang tak sesuai dimasukkan, akan langsung hangus terbakar. Yang bisa dipersembahkan adalah wanita perawan dan pria perjaka. Kelihatannya ini belum diketahui oleh Rafdarov.”
Daffy menyeletuk,”Yang ia pilih untuk dimasukkan ke sana adalah orang orang tertentu saja, yang ia anggap berbahaya. Berarti ia sudah tahu sedikit. Tak sembarang wanita perawan dan pria perjaka bisa dipersembahkan. Syaratnya adalah wanita perawan dan pria perjaka yang memendam rasa benci yang hebat akan sesuatu, dan tidak diungkapkan karena tidak berani, bukan karena tidak bisa. Orang macam itulah yang ia harusnya anggap berbahaya. Sebetulnya, orang-orang macam ini bisa dicari dengan kekuatan summon iblis, tapi rasanya Rafdarov belum tahu, dan pokoknya asal pemberontak yang keras saja ia tangkap. Berarti baru sedikit sekali manusia yang diterima di Lucifer’s Den. Jika mahluk selain manusia, tidak ada syarat khusus. Lalu ia harus dapatkan pedang iblis, yang harus pernah merasakan 666 darah yang berbeda, atau dengan kata lain membunuh orang sebanyak itu, setiap tahun, selama dua puluh dua tahun. Ada beberapa syarat lain yang aku belum tahu, dan terakhir harus dilakukan ritual di bulan purnama pada bulan keenam,” akhirnya penjelasannya selesai.
“Dia sudah memiliki pedang iblis selama enam belas tahun, dia pernah cerita, dan sebagian dari tahun-tahun itu terjadi waktu Rafdarov IV berkuasa. Ada yang pernah bilang kalau pada tujuh tahun terakhir masa pemerintahan Rafdarov IV di Devilmare, hampir tiap hari ada mayat di kuburan, yang dibunuh secara tak wajar. Badan terbelah dan di sekitar bagian yang terpotong, dagingnya tercabik cabik. Itu jelas akibat pedang yang amat besar dan aneh. Aku pernah lihat pedang iblis. Pedang itu besar sekali, mungkin matanya saja sekitar dua meter lebih, dan pinggir-pinggirnya dipenuhi gerigi-gerigi yang aneh,” cerita Daffy.
“Menurut cerita-cerita orang, sekali tebas, pedang itu mampu membelah apapun dalam radius sepuluh meter dari ujungnya, tentu dalam area tebasannya saja. Makanya, konon dalam perang tak ada pasukannya yang pernah ke depannya, takut kena, dan lagipula dia selalu berlari dengan menunggang kuda secepat kilat, menebas sebelum musuh mendekat, dan terus berlari menembus formasi perang musuh hingga melewatinya,” Eko menjelaskan.
“Setelah tiba di belakang musuh, ia menunggu agar musuhnya saja yang mengitarinya, jadi dia tinggal bertarung di tempat saja. Pasukannya melawan musuh di luar area tebasan. Meski kejam, di tak mau lukai pasukannya sendiri,” Adin menambahkan, lalu tiba-tiba ada yang berbicara.
“Kalian membicarakan pedang iblis dengan seorang ninja…pasti sebelum aku tiba kalian telah banyak membeberkan informasi Devilmare, dasar mata-mata!” ternyata seorang prajurit Devilmare. Di belakangnya ada tiga ninja berpakaian abu-abu. Zi mencabut sebilah pedang yang tipis namun panjang,”Lari! Akan kutahan mereka, kalau bisa kututup mulut mereka untuk selamanya. Tinggalkan wilayah Devilmare. Jika aku berhasil, akan kucari kalian. Ayo!” bisiknya lalu tanpa menunggu disuruh untuk kedua kalinya, keempatnya lari sekuat tenaga.
“Zi memang hebat, tapi dia tak punya harapan melawan tiga ninja sekaligus. Ada harapan jika tiga ninja musuhnya sebodoh prajurit biasa,” kata Adin sambil lari. Mereka berlari terus hingga malam tiba.
Akhirnya mereka tiba di desa kecil yang sunyi, di mana mereka tinggal. Rumah mereka berempat berupa gubuk kecil yang mereka bangun sendiri di tepi desa. “Kita harus cepat berkemas. Kalau menang melawan Zi, ninja-ninja tadi bisa secepat kilat ke benteng utama, dan melapor. Jester bisa membawa satu pasukan ke tempat ini dengan gerbang dimensi dalam waktu sekejap,” Marino memperingatkan ketika tiba di rumah.
Tak banyak yang perlu dikemas. Sebab, pakaian mereka tak banyak, hanya beberapa helai saja. Perabot tak ada. Mereka biasa berburu dan membuat api unggun untuk membakarnya, lalu makan begitu saja. Atau terkadang makan di restoran kecil yang ada tak jauh dari rumah. Untuk minum, mereka menggunakan sebuah kendi besar yang mereka buat sendiri. Jadi uang yang melimpah yang didapatkan dari hasil melawak hampir tak terpakai sama sekali. Nah, membungkus sebegitu banyak uang kan repot. Ternyata tidak. Sebagian besar ternyata diberikan untuk membantu orang-orang miskin di desa itu atau di desa-desa tetangga.
Sisanya yang cukup banyak, disimpan di sebuah kantung emas yang ajaib. Kantung ini bisa memuat hingga seratus ribu keping uang emas tanpa merubah ukuran dan beratnya. Untuk mengambil uangnya, tinggal sebut saja berapa, nanti keluar sendiri. Yang bisa mengeluarkan uang dari kantung ini hanya Marino, Eko, Adin, Daffy, dan… Meskipun dirusak, tidak akan ada isinya. Hanya mereka dan… yang bisa memanggil uangnya.
Baru saja mereka selesai mengepak semua baju dalam satu tas yang cukup besar, Eko tampak terlonjak saat melirik keluar jendela. Di luar, muncul sebuah gerbang dimensi, dan dari dalamnya keluar Jester Riddikulo dan lebih dari seratus prajurit Devilmare. “Siapkan senjata kalian!” bisik Eko.
Marino menyambar sepasang sarung tangan dari atas meja. Di bagian punggung masing-masing sarung tangan itu, terpasang sebuah mata pedang yang sangat tajam, dan sudah dipertajam lagi. Adin mengambil sebuah kampak yang sangat besar, seperti yang dipakai oleh algojo, tapi digabungkan dengan tombak. Jadi, tangkainya panjang sekali, sekitar dua meter lebih, satu ujungnya bermata kapak besar, dan ujung yang bawah bermata tombak, tapi biasanya ujung tombak ini ditutup dengan penutup khusus yang terbuat dari kayu. Daffy menghunus sebuah pedang yang panjangnya hampir satu setengah meter yang sebelumnya tersembunyi di kolong meja dan sebuah tongkat kayu yang terbuat dari kayu besi(kayu yang terkenal amat keras) milik Eko dan melemparnya supaya bisa ditangkap oleh pemiliknya. Tongkat ini sepanjang dua meter lebih, lebih panjang sedikit dari pada kapak milik Adin. Senjata ini ringan, kuat, dan juga memiliki elemen halilintar di dalamnya sehingga mengakibatkan adanya unsur halilintar pada setiap serangan apabila menggunakan tongkat ini. Selain pada tongkatnya, Eko memang bisa menggunakan magic halilintar. Ia telah melatihnya dari kecil, sehingga ilmunya terhitung tinggi, namun teman-temannya memilih untuk tidak belajar magic sama sekali.
Eko, Marino dan Daffy mengintip dari jendela satu satunya, dan Adin mengintai lewat pintu yang ia buka sedikit. Mereka melihat Jester di luar sana, derdiri tegak sekitar sepuluh meter dari pintu, dan pasukannya berdiri dibelakangnya. Mereka, entah mengapa, menyala. Pasti itu magic yang digunakan Jester.
“Menyerahlah kalian semua! Mata-mata seperti kalian pasti akan mati, tapi jika kalian keluar baik-baik, kematian kalian akan lebih mudah!” teriaknya cepat dengan suaranya yang melengking tinggi.
“Apakah tidak salah? Jika kami ikut kalian, kami akan masuk Lucifer’s Den dan mati sengsara di sana! Tapi jika tidak, kau akan bunuh kami di sini, bukan? Apakah tidak lebih lancar jika kami diam di sini saja?” Eko balas teriak dari dalam, membuat telinga Marino yang berada persis di sebelahnya pengang.
“Jangan banyak omong! Nurut saja susah amat, sih? Aku membawa seratus lebih tentara bersamaku!” Jester mengomel dengan kesal.
“Tidak, jangan terpengaruh. Kita bisa melawan jika kita bersatu. Kita adalah satu! We are one!” Daffy berseru dengan semangat.
”One for all…!” Marino menyahut, yang artinya ‘satu untuk semua’.
“…and all for one!” sambung Eko, yang artinya ‘semua untuk satu(tujuan, mungkin)’.
“One by one!” celetuk Adin, lelucon yang buruk di saat yang buruk pula. Kini semua temannya melotot padanya. “Maaf..” gumamnya dengan menyesal. “Kami hitung sampai tiga!” teriak jester, memecah keheningan malam sekali lagi.
“…satu…!”
Keempatnya memegang senjata masing-masing dengan lebih erat…
“…dua…!”
Setetes ludah mengalir di tenggorokan mereka…
“…tiga!!! Maju!” lalu dua puluh tentara Devilmare maju.
Setelah adu dorong sedikit, dan memecahkan jendela, dua puluh orang itu berhasil mendobrak masuk, meski tak semuanya muat di dalam. Tapi, satu persatu tentara Devilmare terkapar memberikan ruang untuk yang masih menunggu di luar. Empat pemuda ini dengan cepat mampu menghabisi kedua puluh tentara Devilmare. Dengan senjata yang ringan dan kelincahan di atas rata-rata, Marino dengan cepat mampu membabat musuh dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat. Dengan senjata yang amat kuat, Adin menebas dua atau tiga musuh sekaligus dan sesekali menusuk musuh dibelakangnya menggunakan mata tombak di bagian bawah. Senjata yang amat berat itu tampaknya terbuat dari kapas melihat kegesitannya tak tampak berkurang sedikitpun. Karena dinding kiri rumah itu jebol, pertarungan berlangsung di luar juga.
Daffy menggunakan seni pedang yang membuat dirinya tak mampu disentuh musuh dan membunuh musuh dengan satu tebasan yang amat mematikan. Yang paling banyak merusak adalah Eko, sebab sambil mempertunjukkan seni bela diri dengan tongkat yang begitu luwes dan mantap, sambaran kilat kecil menghantam apa saja yang dikenai oleh tongkat itu. Tak cuma itu. Sewaktu Jester memerintahkan delapan puluh prajurit lainnya untuk maju, Eko menghabisi lebih dari lima belas musuh bahkan sebelum mereka tiba dengan magic dari tongkatnya, yang mengakibatkan sederet ledakan. Ini tentu adalah suatu hasil dari demonstrasi magic yang mengagumkan dan merupakan salah satu magic halilintar tingkat tinggi. Pertarungan berlanjut lagi. Makin banyak tubuh prajurit Devilmare berjatuhan. Yang tadi jumlahnya seratus, kini tak lebih dari dua puluh.
Jester sadar bahwa pasukannya tak mungkin menang, sebab pasukannya yang tersisa tampak sudah mulai kelelahan, padahal Marino dan kawan-kawannya masih tampak segar dan bersemangat, namun Jester tahu apa yang harus dilakukan. Ia mengangkat kedua tangannya, lalu mulai membaca sebuah mantra. Sebuah cahaya ungu yang mirip tali sinar muncul dari tanah dekat kakinya, lalu merambat mengelilingi tubuhnya menuju ke atas, tapi begitu sampai di dada, cahaya itu membelah dua, menuju ke tangan yang berbeda, dan terus membesar. Eko menyadari hal ini, lalu memutar-mutarkan tongkatnya di atas kepala dengan sangat cepat. Muncul aliran-aliran listrik dari segala penjuru, semuanya menuju ke tongkat Eko yang berputar seperti baling-baling. Kini di sela-sela putaran, tampak percikan-percikan listrik, yang semakin lama semakin banyak, dan mulai menyilaukan.
Pertarungan sengit terhenti karena melihat atraksi magic yang luar biasa ini. Akhirnya, Jester mengarahkan kedua tangannya ke depan dan kedua bola cahaya tadi meluncur membentuk dua pancaran sinar ungu, yang saling membelit seperti spiral, menuju ke arena pertarungan. Eko mengarahkan tongkatnya ke depan tanpa menghentikan putarannya. Aliran listrik dari segala penjuru tadi tidak berhenti, dan dari pusat putaran tongkat, meluncurlah rangkaian sengatan listrik yang menyambar-nyambar namun terfokus dengan indah, menuju Jester.
Akhirnya kedua pancaran itu beradu. Sihir Eko lebih cepat, maka ledakan yang ditimbulkan oleh dua sihir kuat yang saling hantam itu agak lebih dekat pada Jester, tapi Jester yang tentu saja jauh lebih tua dan magic nya jelas lebih tinggi, memaksa sihir Eko untuk meledak sepenuhnya. Eko terjatuh dan dengan gesit melompat bangun kembali. Pancaran cahaya ungu tiba-tiba menukuk ke atas, tinggi sekali. Lalu dengan tiba-tiba pula, pancaran yang bergulung-gulung seperti spiral itu membelah menjadi puluhan pancaran yang kecil-kecil. Setelah itu, puluhan pancaran cahaya itu menukik tajam ke arah area pertarungan yang terhenti. Belum sempat siapapun melakukan apapun, rumah kecil dan area sekelilingnya dihujani oleh pancaran-pancaran cahaya, yang walau masing masingnya kecil, tapi ledakan yang ditimbulkan cukup besar, apalagi ada puluhan pancaran. Seluruh area langsung hancur rata menjadi puing. Dua buah rumah kecil ikut jadi korban ledakan, untungnya pemilik kedua rumah itu, yang kebetulan pemiliknya sama, sedang pergi berdagang ke Ichmis sekeluarga.
Setelah rumah-rumah meledak dan hancur, puing-puing yang masih melayang ke mana-mana terkena ledakan-ledakan susulan, sehingga banyak yang jatuh bukan dekat tempat asalnya. Setelah ledakan terakhir, dan asap menghilang, larut di udara malam, penduduk mulai berdatangan, terbangun dan penasaran oleh suara ledakan-ledakan beruntun. Area ledakan penuh puing dan banyak mayat manusia tampak, sebagian bergelimpangan begitu saja, dan lebih banyak lagi yang tertindih puing-puing yang besar-besar. Penduduk desa yang tak lebih dari seratus ini mulai bergumam-gumam ribut.
“Aku perintahkan, area ini dibiarkan begini. Dipagari. Jika perlu. Ini salah satu peringatan untuk kalian. Inilah nasib yang minimal kalian dapatkan bila membangkang pada Devilmare,” Jester mengumumkan pada seluruh penduduk desa. “Nah, sekarang… BUBAR KALIAN SEMUA!!!” raungnya lagi, membuat para penduduk kembali ke rumahnya masing-masing, sambil mengarang-ngarang sendiri kira-kira bagaimana kejadian itu terjadi, sebab tak ada yang melihat kejadian itu sama sekali. Namun tak satupun cerita mendekati yang sebenarnya. Mereka mendekati apa yang sebetulnya terjadi. Setelah menyuruh penduduk bubar tadi, Jester melakukan teleport, yaitu menghilang lalu muncul di tempat lain dalam waktu yang hampir bersamaan. Ini adalah sebagian dari blue magic yang dia miliki, sementara malam larut tenggelam jauh. Tak ada yang memperhatikan, sebelum jester betul-betul menghilang, sebuah bayangan mendekat dan ikut ter-teleport.
Walau asap tebal sisa ledakan sudah hilang, tapi masih ada sedikit-sedikit asap dari potongan-potongan kayu yang terbakar. Asap yang cuma sedikit ini tak lama kemudian hilang juga tertiup angin. Hampir dua malam berikutnya, orang hanya lewat sambil membayangkan bagaimana rasanya meledak. Pepohonan sekitar, merupakan saksi bisu dari semua yang terjadi. Sesekali melenggang ditiup angin, tapi tetap tenang waktu kejadian itu terjadi. Lain dengan halnya tupai. Mereka langsung lari ketakutan saat darah pertama tumpah dalam pertarungan sengit kemarin, namun sebagian masih menonton dari sela-sela kegelapan malam.
Kini, mereka kembali seperti biasa, berlompatan dari dahan ke dahan, terkadang melewati desa, tidak peduli akan adanya manusia. Ada pula yang masih nongkrong di dekat reruntuhan, siap bersaksi jika ditanya. Waktu perang sengit berlangsung di sini, hanya tupai dan pohonlah saksinya. Tidak satupun yang lain, bahkan bulan dan bintang menyaksikan. Satu persatu burung bangkai berdatangan dan hinggap untuk menyantap hidangan seratus prajurit panggang. Tapi tak pernah ada yang bertanya, apakah ada diantara mereka yang memakan empat remaja panggang? Sebab, mereka tidak pernah melihat itu. Mencium bau daging hangus yang masih muda pun tidak. Ataukah…
Malam tiba lagi dan saat tak seorang pun ada di luar, sebuah puing yang besar bergerak, membuat sebagian burung bangkai terbang menjauh karena ketakutan, dan tupai malah mendekat karena penasaran. Mereka bahkan mengelilingi dan menaiki puing yang baru saja bergerak itu. Tapi, mereka harus melompat turun dan menjauh, sebab baru saja puing itu retak, retak lagi, lagi, lalu hancur. Dari bawahnya muncul seorang pemuda yang jangkung, berambut merah yang agak pendek, debu, dan… memakai dua sarung tangan, yang di bagian punggung masing-masing sarung tangan itu, terpasang sebuah mata pedang yang sangat tajam, yang kini berlumuran darah yang sudah kering.
Para tupai mendekat lagi. Si pemuda mencoba berdiri, namun berkali-kali dia jatuh kembali. Setelah beberapa kali mencoba dan gagal, dia berhasil berdiri tegak. Dia penuh luka, dan dari mulutnya mengeluarkan sedikit darah. Kelihatannya akibat terkena ledakan, ia mengalami luka dalam. Orang yang kemungkinan besar merupakan satu satunya yang selamat ini bernama Marino Obelos. Walau ia kagum sendiri, bisa selamat dari ledakan beruntun yang amat dasyat, dan hampir tak mungkin ada satu pun orang yang selamat selain dia, masih saja ia mencoba meneriakkan nama ketiga temannya yang lain dengan suaranya yang terputus-putus akibat nafasnya yang sudah amat lemah, sambil membalik satu persatu mayat mencari temannya. Namun, ia tak membawa hasil apapun. Ia begitu lemah, bukan karena lelah, tapi karena begitu parah luka-lukanya.
Akhirnya dia menyerah, lalu dengan susah payah berjalan menuju ke sebuah inn, atau penginapan yang buka dua puluh empat jam. Harusnya, bagi seorang anak yang masih muda, berusia lima belas tahun, jalan menuju inn yang cukup dekat itu bisa ditempuh dalam waktu yang singkat, tapi dalam keadaan luka parah begini, rasanya dia seperti seorang kakek-kakek saja. Sebentar-sebentar dia berhenti di pagar rumah atau pohon untuk istirahat. Berhubung sudah malam sekali, tak ada yang melihatnya. Akhirnya, ia berhasil sampai. Dengan lemas ia membuka pintu, dan sang innkeeper, pemilik penginapan, memekik antara senang dan terkejut saat melihat Marino. Dengan badannya yang pendek namun gemuk, ia memaksa Marino untuk duduk. Bau masakan dari dapur membuat Marino baru sadar bahwa ia sangat lapar. Dengan bicara yang gagap, sang innkeeper bertanya mengenai apa yang sebetulnya terjadi malam itu. Setelah diberi segelas teh hangat, Marino bercerita panjang lebar.
Satu persatu orang yang menginap di situ dan kebetulan masih bangun, turun dari kamarnya untuk ikut mendengarkan. Setelah selesai cerita, Marino memesan makanan. Mulanya ia memesan sebuah pai daging yang besar, namun karena begitu lapar, pai daging itu tiba-tiba sudah habis. Ia kemudian memesan seporsi kalkun panggang. Kalkun yang dihidangkan begitu besar, apalagi masih ada tambahan-tambahannya, seperti kentang panggang, dan berbagai macam sayuran, hidangan yang biasanya dimakan oleh dua atau tiga orang ini habis olehnya sendiri, padahal tadi ia sudah memakan sebuah pai yang besar pula. Seteko jus juga ia habiskan. Akhirnya setelah menyantap semangkuk sup ayam yang hangat, ia tertidur di tempat itu juga.
Saat terbangun, ia sudah berada di sebuah kamar dan lukanya sudah disembuhkan dengan magic penyembuhan reguler. Sebuah inn biasanya punya satu pelayan yang juga merupakan seorang white mage, penyihir putih yang sihirnya hampir semuanya untuk penyembuhan penyakit dan ramuan kesehatan, dan biasanya untuk inn di desa terpencil seperti ini, mereka paling hanya bisa sihir penyembuhan reguler dan penyembuhan racun tingkat rendah dan semi-menengah. Kalau para white mage di inn kota-kota besar, biasanya ilmunya lebih tinggi seperti sihir-sihir penyembuhan luka dan racun menengah dan semi-tinggi, atau bahkan terkadang ada yang bisa melakukan sihir penyembuhan tulang reguler atau sihir kontra-sihir gelap ringan, yang biasanya akibat perbuatan dark mage.
Marino berdiri dan melemaskan otot-ototnya. Ia berpikir, bahwa sang innkeeper pasti akan menolak bayaran. Untuk mengantisipasi ini, ia merencanakan sesuatu. Ia akan menyelipkan uang yang kira-kira cukup di bawah bantal lalu turun. Jika ternyata si innkeeper tidak menolak bayaran, ia akan naik lagi untuk mengambil kembali uangnya di bawah bantal. Pelayan yang akan membersihkan kamarnya akan menemukan uang itu dan saat itu Marino akan sudah berada jauh dari tempat itu. Setelah memberantaki kamar (pelayan tidak akan merapikannya jika melihat kamarnya rapih) dan mengemas senjatanya, ia turun. Dugaannya benar, sang innkeeper menolak dibayar. Akhirnya, dengan hanya bermodal senjata dan kantung uang ajaibnya, ia pergi untuk memulai hidup yang baru. Sendirian.
Di hutan Lenny, Marino berjalan-jalan menuju Ichmis. Sebab, hutan Lenny menuju ke Ichmis, ada wilayah yang menyatu dengan Ichmis di selatan Roxis. Selain itu hutan ini juga menjorok ke sedikit wilayah El-Peso. Ia berjalan hingga malam. Jika ia lapar, ia tinggal mencari seekor Kirmis, kadal raksasa yang besarnya sekitar empat kali lipat dari komodo dewasa, yang banyak terdapat di sini. Kadal jenis ini sulit dibunuh karena selain berkulit tebal, juga memiliki taring sepanjang tiga puluh senti, padahal hewan ini herbivora. Setelah berhasil, Marino tinggal merobeknya lalu mengambil liver, atau hatinya. Taringnya dapat dipakai sebagai batu api untuk membakar hati tadi. Rasanya lezat dan gizinya sama seperti seporsi makanan yang sehat, jadi jika seluruh hati dihabiskan, sama nilainya untuk enam kali makan sehingga bisa disimpan sisanya. Ada orang yang memakan dagingnya juga, tapi keras dan tidak enak.
Malam tiba lagi dan Marino mendengar tapak kaki kuda. Dengan penasaran, ia melihat ke arah sumber suara. Ternyata suara tadi ditimbulkan oleh sebua kereta kuda. Sang kusir memakai seragam berwarna kuning gelap sehingga Marino tahu bahwa itu kereta dari El-Peso. Tapi untuk apa kereta itu datang malam-malam? Apalagi lewat hutan, padahal jalan saja ada. Karena penasaran, Marino membuntutinya, tapi sulit sekali mengejar sebuah kereta yang ditarik oleh dua kuda perang yang tampak kuat itu. Memang tertinggal, tapi Marino tetap perlahan-lahan mengikuti. Ia tambah penasaran sebab dari bentuknya, itu kereta kuda untuk keluarga Imperial (keluarga raja).
Kereta kuda itu sudah meninggalkan Marino jauh di belakangnya. Tiba-tiba, tali yang menghubungkan kereta dan kudanya putus begitu saja. Namun sang kuda yang sudah terlatih dengan baik, tidak panik dan lari, tapi tetap di tempatnya. Sang kusir melompat turun, diam sebentar, lalu menghunus pedang. “Ninja,” gumamnya. Beberapa bayangan muncul begitu saja di hadapannya. Tak jelas itu apa, tapi sang kusir tiba-tiba saja tewas dengan banyak pisau kecil menancap di tubuhnya. Terdengar gumaman kecil dari dalam kereta. “Paduka jangan khawatir. Biar kami atasi sebisa kami.” lalu empat orang prajurit berzirah hijau terang keluar sambil memegang tombak. “Jangan ganggu kami!” teriak salah satunya.
Bayangan-bayangan tadi yang ternyata memang ninja, ada empat, mulai sedikit tertawa. “Jangan ganggu, katamu? Siapa yang malam-malam melanggar batas. Aku tahu kalian mau mengintai pasukan kami yang mengepung Roxis untuk menyergap, bukan? Jika raja kami tahu, atau bahkan Yang Mulia Rafdarov V, bagaimana nasib El-Peso, ya?” si ninja mengancam. Setelah mendengar ancaman itu, para prajurit itu sadar. Jika mereka gagal, ninja-ninja itu pasti akan melapor dan habislah El-Peso. Namun apalah daya, dalam waktu singkat mereka telah terkapar dan bergabung dengan sang kusir tadi di alam sana. Seseorang dengan jubah hitam, yang jelas mahal, keluar dari kereta kuda. Rambutnya ikal sepanjang leher dan jenggot pendek berwarna coklat. “Wah, putra mahkota El-Peso. Andry Kaperpasky. Ada keperluan apakah sampai datang malam-malam begini?” ledek seorang ninja.
Sang pria berjubah menghunus sebuah pedang yang keperakan dari balik jubahnya. “Aku tahu aku tak bisa bertarung dengan baik, tapi akan kuhadapi kalian,” katanya garang, namun sebetulnya takut. Satu hal lagi. Itu merupakan kesalahan. Tidaklah seharusnya seseorang membeberkan kelemahannya dalam pertarungan.
“Bagaimana kalau kau kami tes dengan jurus tertinggi aliran ninja kami? Yaitu jurus ke enam tingkat sembilan puluh terapan delapan, Ryukuken?” tanya seorang ninja.
“Ah, kalian pasti aliran Kamiya, bukan?” si pangeran bertanya, namun ini jelas untuk mengulur waktu, tapi para ninja tidak menyadari ini.
“Betul. Jurus ini akan mudah membantai siapapun yang dituju, dan siapapun yang mencoba membantu menangkisnya akan ikut terpotong jadi enam bagian,” kata ninja yang lain.
“Karena kau mau mati, jadi kuberi tahu saja satu-satunya cara menangkis jurus ini, yang jelas tak bisa kau lakukan sekarang, yaitu dengan senjata tajam, yang matanya lebih lebar dari pinggangmu. Sayang pedangmu tipis,” cengir seorang ninja yang lain. Tanpa banyak omong lagi, dua diantara mereka melesat dengan begitu cepat mengitari Andry, hingga bahkan cuma tampak seperti garis hijau saja. Andry sudah memejamkan mata, siap mati, dan mengayunkan pedangnya dengan asal saja.
Terdengar suara besi beradu yang amat mengerikan, dan Andry membuka matanya. Jelas baru saja ada seseorang bersenjata besar yang menangkisnya. Ternyata hanya ada seorang pemuda jangkung, yang memakai sepasang sarung tangan yang di masing-masing bagian punggungnya, terpasang sebuah mata pedang yang sangat tajam, dan… kecil.
“Bagaimana kau bisa menangkis jurusku tadi dengan senjata kecil begitu? Bukankah hanya bisa menangkisnya dengan senjata tajam, yang matanya lebih lebar dari pinggangmu?” seorang ninja bertanya penasaran.
“Dan dengan senjata yang lebih kecil daripada pergelangan tanganmu. Kau lupa itu. Aku saja yang bukan ninja, mengetahuinya,” jawab Marino Obelos.
“Kau beruntung kali ini, anak muda. Tapi tidak akan dua kali!” kata seorang ninja. Lalu mengangkat tangan kanannya yang menggenggam sebuah pedang samurai yang panjang. Ia jelas sedang memfokuskan pandangannya, lalu menerjang maju dengan jurus yang tadi. Tidak mengitari, tapi langsung menuju Marino. Dari ancang-ancangnya, Marino tahu bahwa ninja itu akan menggunakan dan memfokuskan jurus itu untuk menebas keluar, maksudnya adalah menebas dari pedang di depan dada dan mengarah ke kiri (kiri untuk si ninja), lalu menebas ke kanan. Serangan ini lebih kuat daripada tebasan kedalam, yang ruang ayunnya lebih sempit.
Melihat serangan itu, Marino mengangkat tangan kanannya untuk melakukan tangkisan punggung tangan sederhana. Serangan itu tertangkis. Lengan Marino tidak putus, tentu saja, karena mata pedangnya masih membentang pula di sepanjang punggung tangannya hingga sejengkal dari siku. Sarung tangan itu sendiri masing-masing sepanjang siku. Terpana karena serangan terkuatnya dengan begitu mudah ditangkis, si ninja terpaku sejenak. Saat si ninja tersadar bahwa seharusnya melakukan sesuatu, bukannya diam, perutnya telah tertembus besi tajam dari senjata Marino.
Ninja-ninja yang lain langsung menghujaninya dengan pisau tajam. Marino dengan amat lincah mengelak kesana-kemari sambil berkali-kali menangkis dengan senjatanya saat ada pisau yang tak dapat terelakkan. Setelah hujan pisau, Para ninja itu menerjang dengan kecepatan tinggi. Marino sebetulnya tak mampu mengimbangi kecepatan enam ninja, tapi dengan akalnya, ia memanfaatkan medan dan menggunakan kecohan-kecohan yang ampuh.
Dengan sebuah gerakan salto akrobatik yang begitu luar biasa ia berhasil mematahkan pertahanan salah satu ninja dan sekaligus menebasnya hingga mati. Satu ninja lagi, entah bagaimana, berusaha melesat menuju Marino untuk menerejangnya dari belakang, namun sang ninja malah menerjang ujung senjatanya saja. Marino sangat sigap, serangan dari belakang bukan masalah. Ia bahkan tidak melihat waktu ia menusuk ninja itu. Kini tinggal satu ninja. Pertarungan lebih seimbang. Rupanya sang ninja memasang strategi bagus, yaitu bertahan saja dari serangan-serangan Marino yang menyerang dengan bertubi-tubi, menghabiskan stamina Marino sambil menyimpan staminanya sendiri, untuk kemudian menyerang Marino yang sudah kelelahan dengan serangan yang bertubi-tubi. Tapi ini juga tak akan ampuh melawan Marino, sebab staminanya tidak akan habis semudah yang dibayangkan si ninja. Pertarungan ini berlangsung cukup lama.
Bergeser, bergeser, akhirnya sampai pada posisi dimana sang ninja memunggungi Andry. Di sela-sela menghujani ninja dengan tebasan, Marino memberi kerlingan kecil pada Andry, dan Andry mengangguk kecil. Sang ninja sangat protektif untuk serangan dari depan, dan begitu terfokus, sebab ia sendiri yang mulai kewalahan menghadapi serangan Marino. Akhirnya saat merasa sudah waktunya, Andry mengangkat pedangnya, berlari, dan melompat tinggi-tinggi. Diri atas sana, in terjun sambil menebas ke bawah. Pedangnya sedikit menyala saat terjun. Ia menebas ke bawah dari posisi melayang di udara, ke posisi berlutut. Pedangnya tak ditebas sampai kena tanah, tapi di tanah ada bekas pedang yang cukup dalam. Gerakan ini merupakan teknik khas ilmu bela-diri El-Peso, banyak dipakai oleh keluarga kerajaan, dinamakan Vertical Takedown. Jurus ini menembus punggung si ninja, dan merobeknya dari atas sampai bawah.
“Terima kasih banyak.” kata Marino.
“Tidak, aku yang seharusnya mengucapkan terima kasih padamu, anak muda. Dari mana kau tahu kelemahan jurus tertinggi aliran Kamiya yang tak diketahui oleh mereka sendiri?” tanyanya.
“Siapa bilang aku tahu? Aku cuma berusaha menangkis jurus itu saat melihatnya mau mengenaimu. Ternyata berhasil. Dan si ninja bodoh itu malah bilang apa sebenarnya kelemahan jurus itu padaku. Jadi, yang ‘senjata yang lebih kecil dari pergelangan tanganmu’ itu cuma karanganku saja. Tapi maaf, aku tak datang cukup cepat untuk menolong anak buahmu,” Marino mulai tersanjung.
“Kau luar biasa, bisa menandingi beberapa ninja sekaligus. Rumahmu di mana? Kau sendiri sedang apa keluyuran malam-malam begini?” tanya Andry.
“Tak punya rumah. Tadinya sih aku dari Lenny. Aku tak ada kerjaan,” dan wajah Andry langsung bersinar. “El-Peso butuh pemuda-pemuda cemerlang dan berbakat seperti kau.”
Wajah Marino memerah, “Bukannya begitu, aku ini tak begitu hebat, eh, maksudku…” Andry paham kalau ia begitu merendahkan diri. Luar biasa, pikir Andry, dia cerdas dilihat dari kemampuan analisisnya saat bertarung, dan ilmu bela-dirinya juga hebat, tapi ia tidak sombong, bahkan malu disanjung.
“Betul. Apakah kau mau menerima pekerjaan militer, sebagai prajurit? Aku mau memberimu hak posting,” hak posting adalah hak untuk mengikuti tes. Tes ini menentukan seseorang diberi pangkat apa, yang tertinggi untuk tes ini adalah mayor. Hanya sedikit calon prajurit yang dianggap cukup berbakat untuk ikut seleksi ini. Yang lain harus mulai dari awal. Mengetahui ia akan diberi hak seperti itu, langsung saja ia menyanggupi. Kelihatannya keren sekali, pikirnya.
Mengenai masalah pangkat, begini urutannya dari yang paling rendah. Prajurit, prajurit khusus, pangkat ini hanya khusus untuk prajurit yang dinilai memiliki kemampuan khusus, sejak ini, jadi pasukan tersendiri yang hanya berada dibawah Jendral Scherduke, pasukan ini dinamakan pasukan Scherduke. Sistem perpangkatan akan ikut sistem perpangkatan Scherduke, akan dijelaskan nanti. Tapi tetap lebih tinggi dari prajurit dan di bawah sersan. Sersan memiliki puluhan prajurit bawahan, dan sersan-sersan ini dipimpin oleh seorang kapten.
Di atasnya, kapten-kapten diorganisasi dalam regimen-regimen yang dipimpin seorang Kolonel. Biasanya regimen ini memisahkan antara infantri dan kavileri. Para Kolonel ini akan memimpin masing-masing regimen di bawah sang Jendral. Jendral sendiri biasanya dikawal beberapa puluh prajurit pilihan.
Lalu ada Jendral Scherduke, atau lebih akrab disebut komandan Scherduke. Sebetulnya setingkat dengan Jendral, tapi dianggap lebih tinggi, dan lebih diimpi-impikan, sebab yang dibawahi hanya pasukan Scherduke saja yang isinya pasukan-pasukan khusus yang berpangkat prajurit khusus. Pasukan seperti ini sangat tangguh dan tak banyak negara yang memilikinya. Yang memilikinya pun hanya punya satu jendral Scherduke. Itulah sebabnya menjadi anggota pasukan Scherduke begitu diidamkan, tapi amat sulit, apalagi untuk jadi komandannya.
Pasukan Scherduke. Pasukan ini lain dari yang lain. Begitu sudah terkumpul prajurit khusus, Jendral Scherduke akan melakukan seleksi lagi, siapa yang akan menjadi Kolonel Scherduke. Tiga Kolonel Scherduke akan dilatih lebih lanjut untuk kemudian masing-masingnya membawahi sepertiga pasukan Scherduke yang tersedia. Dari ketiga Kolonel itu di seleksi lagi dan dirangking, siapa yang akan lebih prioritas jadi calon pengganti jendral Scherduke jika pensiun, wafat, atau diberhentikan. Di bawah Kolonel Scherduke, organisasi pasukan sama saja dengan pasukan lain.
Negara dengan pasukan Scherduke terbesar dan terkuat adalah pasukan Scherduke Gallowmere, yang anggotanya mencapai sekitar sepuluh ribu orang. Tapi yang lebih mengagumkan adalah komandan Scherduke yang baru, setelah revolusi Gallowmere, adalah seorang anak muda. Setelah jendral dan jendral Scherduke, ada panglima jendral. Dia membawahi semua jenderal yang ada, dan menerima perintah langsung. Nah, Jendral Scherduke itu tidak berada di bawah pimpinan panglima jendral dan juga tak menerima perintahnya, melainkan berdiri sendiri dan dapat perintah langsung dari raja, sama seperti panglima jendral. Makanya berbagai pengamat militer menilai bahwa jendral Scherduke lebih tinggi dari jendral, bahkan setingkat dengan panglima jendral. Khusus untuk sistem pemerintahan keksatriaan, tidak ada yang namanya panglima jendral. Ksatria yang dipilih untuk menjadi pemimpin negara tersebut diambil dari salah satu jendral atau jendral Scherduke. Jendral yang terpilih itu, setingkat dengan jendral lainnya(tidak jika yang terpilih adalah jendral Scherduke) di mata militer, tapi di mata politik jendral tadi setingkat dan menggantikan raja.
Pemilihan struktural tersebut bercabang dua. Bisa saja seseorang mendaftar untuk jadi prajurit atau prajurit scherduke, tapi bisa juga mendaftar untuk perwira (langsung Kapten keatas) dengan materi pelatihan dan seleksi yang jauh lebih berat.
“Siapa namamu, Nak?” tanya Andry. “Marino. Marino Obelos,” jawab Marino bersemangat. Andry terkejut, “Obelos? Ada seseorang yang perlu kau temui.”
Marino biasanya langsung bisa menduga dengan petunjuk singkat seperti itu, tapi kegirangan karena ia akan diberikan hak posting, ia tak begitu mendengarkan. “Nah, dengan ini selesai, kita bisa pulang naik keretaku. Jenasah prajurit yang gugur ini harus kita bawa. Mereka pantas mendapatkan penghargaan dan pemakaman yang layak,” kata Andry. Setelah meletakkan jenasah prajurit-prajurit di dalam kereta dan membungkusnya dengan sebuah kain hitam, Marino mengikat kembali kuda ke keretanya. Ia kemudian duduk di tempat kusir, dan Andry duduk di sebelahnya,”Jangan di sini, nanti anda masuk angin, paduka,” kata Marino. Sepintas, seperti wujud perilaku sopan, tapi sebetulnya itu ledekan, dan Andry paham. “Jika aku di dalam, satu mayat mesti di sini. Nanti jika mayat di sini, akan masuk angin. Nanti hidup lagi… Kau mau duduk dengan mayat hidup? Hi…,” Andry membalas.
Ia mulai tertarik pada pria ini, karena ledekannya, dan kenekatannya meledek seorang pangeran. “Lumayan, aku bisa mengajak ngobrol tentang bagaimana rasanya mati. Kalau anda di dalam kereta nanti, para mayat akan juga bangun lagi karena paduka Andry Kaperpasky rela duduk menemani mereka dalam kematian mereka…” Marino mendramatisir suaranya dengan amat kocak, “…dan mereka akan meminta permintaan terakhir mereka, yaitu ingin mati lagi di pangkuan anda…” Andry tak tahan lagi, ia tertawa terbahak bahak, membayangkan sebuah mayat minta dipangku. “Aku sudah ingin duduk sebelah kusir sejak masih kecil, tapi kusirnya tak pernah izinkan. Yah, seperti itulah, takut masuk angin. Nah, kini waktunya memenuhi dendam masa kecilku…” dan keduanya terbahak bahak terus selama perjalanan di bangku kusir, di atas kereta kuda yang dengan cepat berlari menuju kehidupan Marino yang baru. Menuju tanah El-Peso.
[End of Chapter 2]
[Coming up next, Chapter III: The Scherduke]