Pesan Damai dan Toleransi Jelang Natal
Assalaamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Post ini saya buat ditujukan untuk kawan-kawan saya terutama yang Non-Muslim (khususnya Nasrani, karena mau natalan) dan Muslim tapi mengucapkan selamat natal.
Kepada teman-teman Non-Muslim
Saya termasuk di antara mereka yang tidak mengucapkan selamat hari raya untuk agama lain. Agama saya mengajarkan untuk berbuat adil dan baik kepada non-Muslim, bahkan saya diharamkan untuk menghina sesembahan anda ataupun memaksakan agama saya pada anda. Jika anda mengenal saya, maka anda pasti mengetahui bahwa itu bukan karena saya tidak toleran. Saya sudah sangat biasa bekerja sama dan berteman dengan pemeluk agama lain dengan seru dan inshaaAllah tanpa mengkompromikan aqidah. Saat kuliah S2 lalu, saya juga sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan dialog persahabatan lintas agama, dan hubungan saya sangat baik dengan para pendeta yang menjabat sebagai “University Chaplain”.
Terutama sekali, saya ingin berterima kasih kepada kawan-kawan Nasrani atau beragama lainnya yang sudah menghormati dan memaklumi kenapa saya tidak mengucapkan selamat atau hadir pada acara natal atau hari raya lainnya, walaupun anda hadir dan memberi selamat pada acara-acara hari raya kami. Antara lain kawan-kawan dari Chaplaincy of the University of Edinburgh, kawan-kawan Edinburgh Interfaith Association, rekan-rekan di kantor sekarang, dan juga teman-teman saya yang sulit saya sebut satu persatu. Alhamdulillah, hal ini tidak dilarang dalam agama anda sehingga kami bisa pamer beraneka ragam masakan yang bisa kami hidangkan, hehehe.
Inilah toleransi, bagaimana anda tetap menyelamati dan menghadiri acara hari raya Islam walaupun kami tidak melakukan hal yang sama, karena kita saling menghargai batas-batas yang ada pada agama kita masing-masing. Kalau waktu di Scotland, toleransinya gantian kalau ada acara antar umat, biasanya makanannya vegetarian untuk menghargai yang Hindu. Kami yang Muslim kan senang sekali makan kambing, dan selain Muslim dan Yahudi senang sekali makan bacon! Tapi Alhamdulillah, kalau bukan karena itu, saya tidak akan tahu bahwa Dhal dan Chickpea Curry ternyata enak sekali!
Bagi kawan-kawan non-Muslim yang belum memahami kenapa saya melakukan ini, saya mohon maaf atas ketidaknyamanannya tapi saya tidak menyesal atas perbuatan saya. Ini bukan tentang saya tidak ingin bertoleransi, melainkan saya menjalankan apa yang diajarkan agama saya. Penjelasannya panjang, tapi intinya kerangka berfikir agama anda dan agama kami berbeda, dan sangat sulit menilai pertandingan bola basket dengan aturan sepak bola. Terlepas dari itu, bukankah jika menuntut saya untuk tidak melaksanakan ajaran agama saya (baik sebagian maupun seluruhnya), justru itulah yang merupakan bentuk intoleransi?
Untuk Kawan Muslim Yang Ikut Mengucapkan Selamat Natal
Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan untuk teman-teman yang ada di golongan ini.
Pertama, posisi saya jelas: anda salah. Kalau dalam konteks HAM, anda memang berhak sekali untuk kukuh dengan pendapat anda. Demikian pula saya, yang punya hak untuk kukuh dengan pendapat saya. Mau adu hujjah, ayo.
Kedua, saya mendoakan ketulusan niat bagi anda dan pada diri saya. Jika kita tulus, inshaaAllah akan diberikan jalan pada pemahaman yang betul. Atau kalaupun Allah menakdirkan kita terus dalam keadaan tidak tahu bahwa hal ini salah, saya berdoa kita diberikan udzur jahil dan diberi pahala karena niat kita. Tapi jika kita ngeyel dan tidak mau diberi tahu, walaupun ternyata pendapat kita betul tapi bisa jadi justru tetap kita dianggap berdosa. Shalat saja yang dalam hadist Musnad Ahmad saja merupakan hal pertama yang dihisab, rukun Islam kedua, yang mengerjakannya sampai dilaknat oleh Allah dalam Surah Al Ma’un jika –antara lain—dilakukan dengan niat yang salah (yaitu riya’).
Ketiga, sebagai perpanjangan dari poin sebelumnya, semoga kita lebih giat dalam mencari ilmu agama. Selain karena itu adalah kewajiban bagi kita untuk paham ilmu agama dan jangan Cuma ilmu dunia. Allah mengutuk orang-orang seperti itu dalam Surah Ar-Ruum ayat 7. Dengan demikian, inshaaAllah keputusan-keputusan yang kita ambil akan lebih berkualitas. Selain itu, orang yang memiliki semangat belajar tinggi akan merespon kritik dengan cara yang berbeda. Alih-alih langsung defensif, dia akan memperhatikan hujjah si pengkritiknya itu. Walaupun pada akhirnya dia tidak teryakinkan, tetapi inshaaAllah tetap ada faedah yang dapat diambil.
Apalagi kalau misalnya yang mengkritik anda (atau menyampaikan pendapat bersebrangan dengan anda) adalah ulama yang sudah makan asam garam hafal Qur’an hafal ribuan hadist dan lain sebagainya. Apa kita tidak malu, dikritik dengan beraneka ragam ayat hadist kitab tafsir dan fiqih dan lain sebagainya, dan kita mementahkannya hanya dengan satu statement ambigu “tapi kan tergantung niatnya”. Si ulama tadi bukan tidak mungkin salah. Tapi mbok sadar diri lah dan tahu tempat. Minimal, kalaupun anda tidak teryakinkan oleh si ulama tadi, ambillah faedah ilmunya dan jangan juga dibilang bodoh. Nanti anda ditanya balik “bahasa Arabnya ‘bodoh’ apa?” belum tentu tahu juga.
Keempat, mari jaga akhlaq dan adab kita. Simpan perbedaan pendapat kita untuk diskusi-diskusi sehat yang sangat bisa dilakukan dengan damai, lalu selain selebihnya ya kita adalah saudara. Jangan sampai karena ketidaksetujuan kita dalam satu hal, lalu kemudian berlepas diri sepenuhnya apalagi mengkafirkan. Ketidaksetujuan ada tempat dan adabnya, selain dan selebihnya ya ada kesetujuan yang dapat disyukuri.
Seperti yang saya pernah cerita dalam salah satu status Facebook saya, saya punya kawan yang Salafi tukang tahdzir luar biasa. Dia sangat keras mentahdzir Ulama salafi sekalipun jika Ulama rujukannya sudah mentahdzir. Apalagi kalau mentahdzir sufi dan penganut aqidah ash’ariyah. Luar biasa kalau berdiskusi agama bisa panas. Akan tetapi, diskusi tersebut panas dalam substansi tapi sangat lembut dalam tutur kata. Lebih lagi, mereka ternyata tidak ada ikhtilaf dalam menikmati biryani atau bermain sepakbola! Shalat jamaah bareng pun tidak apa-apa, padahal si sufi ini sering menjadi Imam di masjid.
Demikan pesan damai saya, untuk segala kekurangan saya mohon maaf.
Wassalaamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh