Peringatan Untuk Para Notulen Kajian
Buku ini mengingatkan saya pada kejadian penting. Mungkin 3 tahun lalu, pernah ada sebuah kajian tentang pengantar fiqih di sebuah kampus. Saya tidak hadir, tapi notulensinya tersebar. Saya baca, subhanAllah tertulis di sana kurang lebih “ada lima mazhab dalam Islam, dan semuanya ditulis oleh Syiah”. Ngaco betul ini! Kebetulan pemateri saya kenal, lalu saya pun bertabayyun.
Ternyata ia tidak pernah mengatakan hal tersebut. Yang ia katakan adalah bahwa materi yang ia sampaikan adalah diambil dari buku berjudul “Fikih lima mazhab” dan “penulis buku ini adalah seorang Syiah”. Gantian yang saya labrak adalah panitia penyelenggara. Saya mengatakan bahwa mereka harus mengoreksi kembali notulensi yang sudah terlanjur disebar online tersebut. Saya lupa apakah akhirnya diganti atau tidak.
Belajar dari sana, saya selalu menyarankan panitia penyelenggara kajian untuk memilih notulensi dengan hati-hati. Setelah itu pun, kasihlah hasil notulensi pada pembicara untuk memastikan kesesuaian isi, baru disebar. Bila saya diundang untuk mengisi kuliah umum atau ceramah, lalu saya ketahui ada notulensinya, saya akan reseh minta mencek isinya.
Akhirnya kehati-hatian saya pun membuahkan hasil. Tahun lalu saya sempat mengisi kajian di sebuah kampus lain yang bertemakan soal konflik Palestina dalam tinjauan sejarah modern dan hukum internasional. SubhanAllah, setelah saya minta notulensinya, ternyata banyak sekali yang salah catat. Bukan hanya pada fakta fakta detil, tapi pada pendapat-pendapat hukum atau kesimpulan-kesimpulan yang sangat menyesatkan.
Kredibilitas saya tidak seberapa, tapi saya membawa nama institusi yang mulia yaitu Fakultas Hukum UGM, apalagi laporan kegiatan tersebut akan dikirimkan pada KBRI Malaysia. Akhirnya setelah saya koreksi baru dikirimkan bersama laporan kegiatan.
Bukannya kita mau berburuk sangka pada kawan-kawan yang menjadi notulen. Saya tahu betul betapa sulitnya jadi notulen, apalagi saya orang yang sering ‘zone out’ kalau disuruh mencatat jadi ya tidak mau menghakimi buruk. Tapi namanya manusia bisa saja silap, dan kesilapan ini belum tentu karena si notulen saja yang salah paham melainkan kadang pemberi materi yang terlalu berbelit atau sulit dipahami.
Poinnya adalah dalam hal notulensi ini semua pihak harus menerapkan kehati-hatian sebanyak mungkin dengan tentu mempertimbangkan maslahat.