Pada hari ini, 5 Dzulhijjah 1440 H di tanah haram Makkah al-Mukarramah, telah berpulang Kyai kharismatik Indonesia, KH Maimun Zubair. Saya belum pernah ketemu langsung dengan beliau. Akan tetapi, saya pernah bertemu beliau melalui sebuah mimpi yang inshaaAllah saya ceritakan dalam post ini.
Terkait hadits dha’if ini, ada sebuah diskursus yang cukup ramai. Satu fihak ada yang menghina fihak lain karena hanya mau mengamalkan hadits sahih dan tidak mau mengamalkan hadits dha’if. Di sisi lain, fihak yang tadi pun menghina balik karena fihak pertama dituduh bermudah-mudah dengan hadits dha’if. Tapi bagaimana kebenarannya?
Seringkali saya mendengar ada yang menyampaikan bahwa Salafi/Wahabi itu menyuruh orang awam berijtihad langsung dari Al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan bermazhab adalah sesuatu yang dianggap salah dan tidak boleh dilakukan. Apakah memang betul seperti itu?
Kalangan Qur’aniyyun (dikenal juga dengan ‘inkarus sunnah’) terkenal karena keengganannya menggunakan hadits. Alasan mereka: “hadis tidak pasti sahih, dan ulama Cuma menyampaikan. Yaudah, pakai Qur’an saja”. Kekeliruan mereka mudah dipatahkan dengan menyuruh mereka jelaskan tatacara shalat dari Qur’an saja, tapi kali ini mari kita coba kupas premis dasar mereka.
Beberapa waktu lalu, saya mendengar seseorang mengkritik “Wahabi yang membid’ahkan talqin jenazah”. Katanya, talqin jenazah adalah adab kepada jenazah. Katanya lagi, ada bid’ah lebih besar yang lebih penting diurus yaitu bid’ah pemikiran.
We use cookies to ensure that we could give you the best experience on our website. If you continue to use this site we will assume that you are agree with our decision.
Kami menggunakan cookie untuk memastikan bahwa kami dapat memberikan Anda pengalaman terbaik di situs web kami. Jika Anda terus menggunakan situs ini, kami akan menganggap bahwa Anda setuju dengan kami.Accept/Setuju