Kisah Pentingnya Sadar+Tahu Hukum: Pemerasan vs Awam Fasiq

Assalaamu’alaykum warahmatullah,

 

Di bawah ini saya akan menceritakan sebuah kejadian yang dialami oleh seorang teman dari seorang teman (mutual friend). Pertama akan saya uraikan fakta-faktanya, lalu kedua akan saya uraikan pelajaran yang dapat diambil:

Kisah:

1. Seorang gadis, sebut saja namanya Mawar, baru saja selesai berbelanja di sebuah supermarket franchise yang cukup besar, kita beri saja inisial S. Dia membeli beberapa barang senilai kira-kira Rp. 20an ribu.

2. Gadis ini membuang saja struk belanjanya di tempat sampah terdekat, lalu berjalan menuju pintu keluar.

3. Saat melewati pintu tersebut, rupanya alarm berbunyi dan satpam memeriksanya. Setelah diperiksa, rupanya ada salah satu (atau lebih) barang belanjaan Mawar yang belum dilepas tagnya. Karena tidak bisa menunjukkan struk belanja, satpam membawa Mawar ke kantor Satpam.

4. Mawar tidak diberi kesempatan untuk mencari dulu struk belanja tersebut di tempat sampah, dan ketika Mawar meminta untuk melihat catatan keuangan dari komputer kasir, katanya itu tidak dapat diminta atau tidak ada catatannya.

5. Karena diancam akan dibawa perkaranya ke polisi, Mawar akhirnya diminta menandatangani sebuah surat pernyataan “saya telah mencuri, akan membayar 10x lipat barang belanjaan, dan tidak akan menuntut pihak S atas kejadian ini”.

6. Mawar menandatangani surat tersebut karena tidak dibubuhi materai. Ternyata, setelah ditandatangani, si Satpam menambahkan materai lalu menebalkan tandatangan Mawar di atas materai tersebut.

7. Mawar digiring ke mesin ATM untuk mentransfer 10x nilai belanja tersebut. Mawar tidak menerima tanda terima apapun atas pembayaran tersebut (selain struk ATM)

8. Ternyata Mawar tetap dibawa ke kantor polisi. Di kantor polisi, Mawar diminta membayar uang senilai Rp 5 juta dan menulis BAP “mengaku telah mencuri”.

9. Mawar menolak untuk membayar Rp. 5 Juta tersebut, dan juga menolak untuk mengaku mencuri di BAP. Akhirnya polisi hanya meminta Mawar untuk menulis laporan apa adanya, meninggalkan nomor kontak, dan “kalo ada apa apa nanti Mbak saya panggil”. Mawar lalu pulang.

10. Teman Mawar, sebut saja namanya Pisang, bertanya kepada seorang teman lain lagi tentang situasi ini. Teman ini adalah seorang pengajar di Fakultas Hukum pada suatu Universitas Negeri di propinsi tersebut, sebut saja namanya Ganteng.

11. Pada prinsipnya, Ganteng menjelaskan bagaimana Mawar kemungkinan telah menjadi korban pemerasan dan bisa jadi plus pemalsuan dokumen. Penting pula untuk mengurus kasus ini dan melaporkannya kepada polisi atau media.

12. Mawar menolak untuk memproses karena menurutnya repot dan takut mengundang masalah lebih lanjut.

Demikian kisahnya. Atas kekurangan detail kisahnya saya mohon maaf karena ini sajalah yang saya tahu. Jika Pisang atau Mawar membaca kisah ini, mohon kabari saya kalau ada yang salah. Yep, you know who you are.

Beberapa pelajaran dapat diambil di sini:

– Selalu simpanlah struk belanja di dompet. Either (a) simpan untuk pembukuan pengeluaran anda, atau (b) buanglah di rumah saja.

– Tidak ada alasan untuk tidak bisa meminta kasir membuka catatan transaksi untuk mengkroscek pembelian tersebut, kecuali kalau memang dengan sengaja mempersulit. Data pasti ada, apalagi di supermarket franchise yang relatif besar seperti S itu.

– Kalau memang tidak bersalah, jangan mengaku bersalah “supaya tidak repot”. Itu membuka gerbang untuk menjustifikasi perbuatan buruk entah apalagi pada anda.  Mawar ceroboh saat di Supermarket S, tapi bertindak tepat di kantor polisi.

– Tidak adanya materai bukan berarti perjanjian tidak sah. Lihat Pasal 1320 KUHPdt tentang syarat sah perjanjian, tidak ada materai. Bahkan janjian lisan pun sudah cukup membuat suatu perjanjian mengikat. Materai adalah syarat didaftarkannya alat bukti ke pengadilan jika suatu saat terjadi sengketa (Pasal 1 ayat 1 UU No. 13 tahun 1983 tentang Bea Materai.

– Walau akhirnya “terpaksa” menandatangani, selama itu di bawah paksaan tidak memiliki kekuatan dan dapat dimintakan untuk dibatalkan (Pasal 1320, 1321, dan 1324 KUHPdt). Pemaksaan ini belum tentu berupa pemaksaan fisik, tapi juga bisa dalam menyalahgunakan keadaan sehingga membuat tertekan dan merasa tidak ada jalan lain selain mengaku walau sebetulnya masih ada jalan lain (lihat yurisprudensi Putusan MA No. 3641 K/Pdt/2001)

– Kalau terpaksa bayar (e.g. kalau anda memang mencuri), pastikan jelas kepada rekening siapa uang tersebut ditransfer, dan pastikan ada tanda terima resmi dari supermarket. Nggak ada alasan untuk nggak memberikan tanda terima, selain staff supermarket yang mau nyolong.

– Kalau satpam kemudian menambahkan materai lalu menebalkan tandatangan, jangan khawatir. Justru itu menguntungkan untuk anda karena itu jelas tampak ceroboh dan tidak wajar. Bisa jadi justru satpam itu dijerat dengan Pidana Pemalsuan Surat menurut Pasal 263(1) KUHP, atau setidak-tidaknya bisa jadi salah satu alat bukti untuk menunjukkan betapa penandatanganan surat tersebut adalah terpaksa.

– Jika anda bukan orang yang melek hukum padahal kasusnya cukup berat (melibatkan tuduhan pencurian dan semacamnya), cukup ingat dua hal: (a) kalau tidak merasa salah, jangan mengaku salah (b) mintalah nasehat hukum pada orang-orang yang paham.

– InshaaAllah saya bisa bantu kalau dari para pembaca ada masalah-masalah hukum dasar (walau pengetahuan saya di bidang perdata dan pidana tidak begitu dalam), atau mintalah nasehat hukum gratis di LBH. Kampusku menyediakan nasehat hukum gratis di Pusat Kajian dan Bantuan Hukum. Datang saja ke Fakultas Hukum UGM, dan cari Gedung I, atau tanya saja orang-orang di mana ruang PKBH.

– Kadang-kadang praktek pemerasan ini terjadi berulang-ulang memanfaatkan keadaan dan ketidaktahuan hukum.  Mereka mengandalkan orang-orang seperti Mawar untuk (a) tetap dalam ketidaktahuannya, atau (b) malas mengurus karena tidak mau repot. Orang tidak dapat disalahkan karena tidak tahu. Tapi kalau dia masuk golongan (b), maka sungguh dia berubah posisi dari korban menjadi penjahat karena membantu terus terjadinya kejahatan.

– “masalah akan lebih besar kalau diurus” itu cuma alasan orang egois. (a) itulah makanya cari penasehat hukum, dan (b) dengan malas mengurus memang anda tidak direpotkan lagi tapi akan ada banyak orang lain yang diperas.

– “Toh hukum nggak akan mungkin memproses karena korup”. Sejauh apa sih hukum itu korup? Saya beritahu bahwa hukum itu sekorup partisipasi masyarakat dalam korupsi itu. Salah satunya adalah permisifnya anda membiarkan terjadinya kejahatan dan tidak peduli orang lain menjadi korban. Mentalitas inilah akar mulanya korupsi. Lagipula, saya yakin kasus seperti ini mungkin hanya akan sedikit berurusan dengan hukum melainkan dengan negosiasi dengan mungkin melibatkan media. Anda tidak akan banyak terlibat, melainkan penasehat hukum anda yang akan mengurus kebanyakan masalahnya.

Please, be part of the solution

(Mohon ditambahkan kalau ada yang bisa ditambahkan)