Malaikat Setengah Gila di Edinburgh Central Mosque

My Name is Selim
My Name is Selim

 

Teman-teman sekalian,

Dalam blog post kali ini, aku akan membagi sebuah pengalaman yang kudapatkan di Edinburgh Central Mosque. Semoga dengan aku berbagi seperti ini, teman-teman terutama yang muslim, dapat mengambil makna yang baik, inshaaAllah.
Aku mungkin pernah cerita betapa menginspirasinya seorang pria di depanku saat shalat tarawih dekat rumah di Jakarta dulu. Dia cacat, kakinya pendek, mukanya kacau balau, pendek sepinggangku, tapi dia shalat penuh dari isha, tarawih, sampai witir, bukannya bergabung dengan para pengemis yang sehat wal afiyat itu. Aku juga mungkin sudah cerita tentang seorang tua di Edinburgh yang jalannya pake tongkat, tapi shalatnya menolak pake kursi. Tampak sangat jelas betapa berat dan sakitnya naik turun berdiri, rukuk, sujud, tapi beliau tidak pernah menyerah. Dan beliau (sepengamatanku) selalu shalat di masijd. Wallahi, mereka sangat menginspirasi tapi itu ternyata tidak seberapa.

Selim namanya. Sangat jelas, dia memiliki kelainan jiwa. Entah, aku tidak tahu diagnosisnya apa. Tapi cara bicaranya seperti anak kecil yang tidak normal, padahal barangkali umurnya 30an tahun. Ketawa ketiwi, ngomongnya nggak begitu nyambung, suka menari-nari dan melompat-lompat, interaksi sosialnya aneh, sering bicara sendiri, dan lain sebagainya.

Pertama kali aku ketemu dia saat hari jumat (6 September 2013), dia shalat maghrib di Edinburgh Central Mosque. Shalatnya duduk di kursi, tapi tidak begitu aku perhatikan. Baru aku melihat ke’lain’annya setelah selesai shalat maghrib itu. Tradisi Liqo pemuda muslim Edinburgh adalah makan eskrim setelah shalat Maghrib di toko terdekat. Salim ikut, dan sepanjang jalan dan selama di tempat eskrim itulah aku mengamati keunikannya. Teman-teman Liqo yang membayarinya makan, pokoknya dia disuruh ambil apa saja yang dia mau, dan teman-teman Liqo inilah yang akan membayari.

Selama makan, Selim terus menerus menunjukkan ke’aneh’annya, yang tentu membuatku sangat kasihan dan prihatin padanya. Aku bertanya pada Abdul Adzim (Imam muda untuk Edinburgh Central Mosque, yang menggantikan sang Imam kalau berhalangan) apakah dia punya keluarga di sini. Katanya tidak punya, tapi dia tinggal di rumah sakit. Rumah sakit jiwa, barangkali, mungkin tempat itulah yang paling tepat dan baik untuk menangani situasinya. Di satu sisi, jelas Selim memiliki gangguan jiwa, tapi di sisi lain sudah cukup aman untuk membiarkannya pergi-pergi seperti ini. Barangkali, karena aku tidak bertanya detail. Setelah makan es krim, kami shalat Isha, dan Selim pulang ke rumah sakit menumpang salah satu jama’ah yang kebetulan supir taksi. Tentu, supir taksi itu tidak akan menarik bayaran. Rupanya hampir semua orang sudah tahu Selim dan situasinya, dan walaupun tidak secara intens, tapi terus menyayangi dan merawatnya dengan cara yang kecil-kecil seperti ini.

Saat itu, aku hanya sampai pada betapa kasihan si Selim ini.

Tapi malam ini. Malam ini.

Aku datang ke Masjid untuk shalat Isha, mendapati Abdul Adzim sudah melantunkan ayat-ayat Qur’an yang merdu sekali. Shalat sudah mulai. Tapi beda dengan sang Imam yang biasa membaca surah-surah pendek saja, Abdul Adzim biasanya membaca yang panjang. Aku langsung berlari untuk wudhu, lalu masuk barisan pada saat rakaat kedua berlangsung.

Selim shalat di samping kananku.

Awalnya aku berusaha untuk dengan khusyuk mengikuti komando imam sambil melantunkan bacaan shalat dalam bisikan. Tapi sesuatu membuat shalatku sangat tidak khusyuk. Selim membaca bacaan-bacaan shalat dengan berbisik tapi cukup keras untuk menggangguku. Apalagi, sesekali bacaan itu tiba-tiba dibaca dengan sangat keras padahal bukan pada tempatnya. Wallahi, shalatku bertambah tidak khusyuk, karena aku langsung membatin: “dia masih ingat semua bacaan shalat??”

Semoga Allah memaafkan ketidak-khusyuk-anku, dan semoga tetap sah shalatku. Tapi wallahi, ini ada orang setengah gila shalat di kursi, dan masih ingat semua bacaan shalat, hati siapa yang tidak akan terharu menyaksikan itu? Ya Allah, apakah ini malaikat yang engkau kirimkan untuk memperingatkan kami??? Tapi ternyata belum selesai. Belum selesai.

Setelah aku selesai shalat Isha, aku berpindah tempat untuk melaksanakan shalat sunnah 2 rakaat setelah Isha, dan aku shalat sunnah lagi 2 rakaat khusus untuk meminta hidup Selim dipermudah dan semoga dia dijaga langkahnya dari orang-orang jahat. Baru aku bangun untuk shalat witir, aku baru memperhatikan sesuatu. Dari tadi Selim belum beranjak dari kursinya tempat dia shalat Isha. Tapi baru saat itulah aku menyadari bahwa belum beranjaknya Selim adalah karena dia sedang melaksanakan shalat sunnah! Wallahi, dia masih melanjutkan shalat! Setelah aku selesai shalat witir, dia ternyata masih duduk di kursi itu, dan baru beberapa menit kemudian dia beranjak!

Wallahi! Orang ini setengah gila, dan dia melaksanakan shalat sunnah! Hati siapa yang tidak tersentuh melihat Selim, barangkali memang sudah menjadi batu!

Dan ternyata, belum juga selesai!

Aku ingin menulis tentang Selim di blog ini. Karena itu, aku ingin memotretnya. Tapi sulit memotretnya yang kini sedang berputar-putar di dalam masjid. Lalu tiba-tiba dia sudah pergi. Yah, sayang sekali. Aku pun pergi menuju pintu keluar berharap dia masih ada dan bisa memotretnya. Alhamdulillah, dia masih ada. Dia sedang berlari naik turun tangga depan masjid, dan kelihatannya dia agak bingung. Aku menepuk bahunya dan mengucapkan salam, dia pun membalas wa ‘alaikum salaam dan menjabat tanganku dengan erat.

I asked him, “where are you going now, Selim?”, he replied “I am going home to the hospital.” I asked again how he planned to go there, since the brother who was a cab driver wasnt there. He said that he was going to walk. I held both of his shoulders, and told him to always be careful on his way there. To this, he responded “jazakallah khairan kathira, barakallahu fik!” and hugged me. Then I told him this: “You know what, Selim? You are a very beautiful man.” and his response really shook me so much that it struck me totally dumb.

 

“You are a beautiful man too! I love you, you love me, and we love every Muslim in this world because of Allah.”

 

Aku akan mengakhiri tulisan kali ini dengan suatu pertanyaan yang diulang oleh Allah 31 kali dalam Surah Ar Rahman, dan mohon sejenak renungkanlah pertanyaan retoris tersebut:

 

“Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?”