PERTEMUAN DENGAN ORANG BOSNIA: “KARENA SENYUMMU MENGUBAH DUNIAKU”

 

Suatu hari di Edinburgh Central Mosque, Ramadhan, empat tahun lalu. Plastik tergelar panjang di deretan belakang masjid, dan di sana bertebaran beraneka ragam kue dan buah serta beraneka minuman seperti jus, susu mawar, dan air putih. Di hadapanku ada seorang laki-laki perawakannya agak mirip Arab putih tapi bukan Arab juga, entahlah, saya agak bingung juga mendeskripsikannya. Perilakunya agak aneh. Ia menggigit setengah Pai Nanas, lalu nampak suka dan penasaran. Lalu dilihat lihat lebih dekat, selainya dicowel lalu dijilat, di endus, saya pikir ini orang kenapa ya?

Lalu dia bertanya pada saya: “Brother, what fruit is inside this?”. Saya jawab “Oh, its Pineapple.” Ia mengerenyitkan dahi, seakan mendengar sebuah kata yang begitu anehnya. “Pine.. Apple? What is that?” lalu dia bilang “I do not have pineapple in my country.” Waduh, saya pikir, ini orang dari mana ya? Setelah saya tanya, dia bilang “I am from Bosnia.”

Langsung saya jabat tangannya, mashaaAllah. Saat itu saya masih agak kalap kalau ketemu orang dari negara korban perang (haha). Saya baru google kemudian ternyata ya ada kok nanas di Bosnia, entah kenapa si orang Bosnia satu ini. Ternyata dia adalah seorang Ph.D Student di bidang medis, kalau tidak salah ingat. Ia ganti bertanya saya berasal dari mana. Lalu ketika saya mengatakan “I am from Indonesia.”, matanya langsung berbinar-binar dan ia menjabat erat tanganku.

Telah masyur cerita Presiden Soeharto datang ke Bosnia dalam keadaan perang, sehingga beliau punya tempat tersendiri di hati rakyat Bosnia. Akan tetapi kisah si mahasiswa Bosnia ini lebih personal.

Saat perang berlangsung, ia masih berusia kanak-kanak. Bisa dibayangkan bagaimana terjadinya perang membuat masyarakat sulit untuk bergembira, dan kesedihan merebak di mana mana. Itu aspek pertama.

Aspek kedua adalah Pasukan Perdamaian PBB yang membantu menjaga keamanan dan memfasilitasi perdamaian di sana. Satu hal yang jarang saya dengar tentang Pasukan Perdamaian adalah tentang interaksi dengan masyarakat. Sekalinya saya dengar, biasanya kabarnya buruk. Misalnya ternyata ada informasi beberapa kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum Pasukan Perdamaian di berbagai belahan dunia. Akan tetapi, si mahasiswa Bosnia ini menceritakan sesuatu yang lebih personal di hati masyarakat.

Ia bercerita bahwa reputasi Pasukan Perdamaian di antara tetangga-tetangganya saat itu adalah kurang baik. Katanya, mereka itu biasanya tidak ramah. Selain itu sering minta makan, tidak mau bayar, dan lain sebagainya. Sehingga, kemudian, sampai para orangtua tidak mengizinkan anak-anak mereka bermain dengan atau bahkan dekat pasukan perdamaian.

Kecuali pasukan perdamaian asal Indonesia. Kata si mahasiswa Bosnia itu, orang Indonesia beda. Kentara sekali, sangat ramah pada warga dan tidak pernah bikin masalah. Ia ingat bagaimana orang Indonesia itu kok senyum terus, dan mereka senang sekali melihat itu dan menjadi salah satu kebahagiaan kecil di masa-masa sulit itu. Maka dari itu, kalau dengan orang Indonesia katanya para orangtua tidak keberatan anak-anak mereka main, dan itu menjadi salah satu kenangan manis dalam benak si mahasiswa Bosnia itu.

Karena itulah, sebagaimana yang pernah saya katakan, saya banyak sekali kritik untuk politik luar negeri Indonesia. Mungkin banyak stance Indonesia yang kontroversial dan saya tidak setujui. Mungkin diplomasi sebagian isu (misal soal Palestina) akan sangat sulit mengingat adanya hak veto pada negara pro-Israel. Akan tetapi, masih banyak hal yang dapat disumbangkan oleh Indonesia.

Kesaksian mahasiswa Bosnia menunjukkan pada saya bahwa hal-hal kecil pun bisa membantu mengubah dunia bagi sebagian orang. Termasuk sesuatu yang sederhana seperti sebuah senyuman.

Dari Abu Dharr r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda:

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

Janganlah kalian sekali-kali meremehkan kebajikan sedikitpun, walau hanya sekedar bertemu dengan saudaranya dengan wajah berseri” (Sahih Muslim, Hadith No. 2626)

 

 

 

————————————

PS: ada kisah lain tentang perang Bosnia yang sangat memilukan sekali, tentang pembantaian Srebrenica di mana sekian banyak Muslim Bosnia dibantai habis oleh pasukan Serbia. Sebagai akademisi di bidang hukum internasional, saya sudah tahu lah apa yang terjadi. Tapi suatu ketika saya berkesempatan mendengar langsung penuturan delegasi Indonesia untuk PBB saat itu yaitu Pak Makarim Wibisono, yang menyaksikan langsung kegagalan PBB tersebut: menit demi menit hingga pembantaian terjadi. Beliau merasakan betul yang namanya berusaha sebaik mungkin tapi gagal hanya karena kelakuan Amerika Serikat, dan akibat langsung dari kegagalan tersebut adalah pembantaian Srebrenica tersebut. InshaaAllah, sebuah kisah untuk nanti.