Misteri Besar yang Tidak Masuk Akal: Inspirasi Prof Alan Boyle terhadap Metode Mengajar Saya
Kisah ini mewakili sebuah misteri besar dalam hidup saya pada tahun 2013-2014 yang sampai sekarang saya tidak bisa menjawabnya, dan ingatan saya rasanya mengingkari akal sehat. Mungkin ada yang bisa membantu menjelaskan?
.
METODE MENGAJAR PROF ALAN BOYLE (EDINBURGH UNIVERSITY)
Beliau adalah ketua program LLM in International law di Edinburgh University, dan salah satu tokoh hukum internasional zaman sekarang. Metode mengajar beliau adalah merilis beberapa daftar pertanyaan plus daftar referensi jauh sebelum kuliah dimulai. Apa maksudnya “daftar pertanyaan”? Jadi, nanti sesi kuliah akan bermula dari menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut (oleh mahasiswa) dan kemudian dosen akan mengembangkan pertanyaan dan jawaban tersebut menjadi materi kuliah sesi itu.
Metode demikian, sebagaimana saya rasakan, sangat luar biasa. Kuliah jadi dua arah, mahasiswa dan dosen berdialog di kelas, sehingga ‘learning experience’ pun terasa maksimal. Metode seperti ini adalah satu dari sekian banyak hal terkait pendidikan yang saya terinspirasi dari Prof Alan Boyle, dan saya berjanji dalam hati untuk menerapkannya kepada mahasiswa saya ketika saya pulang nanti.
.
PERKULIAHAN PERDANA INTERNATIONAL LAW
Pertama kali menjadi dosen, saya mengajar mata kuliah International Law di program International Undergraduate Program (IUP), kelas A dan tandem dengan life-long mentor saya Prof Sigit Riyanto. Saat itu saya sudah ada sepuluh tahun pengalaman mengajar, tapi ini pertama kali saya mengajar mahasiswa sebagai dosen. Kelas tersebut mayoritasnya berisi anak-anak IUP angkatan 2012, antara lain Alard Tirta Andika, Kay Jessica, Delima Maulidya, Adistra, Ratna Kartika, dan lain-lain, yang semuanya sudah lulus dan sedang berjuang menapaki karir masing-masing.
Saya sudah semangat menerapkan metode Prof Alan Boyle, tapi tentu ala saya sendiri. Jadi, yang saya bagikan hanya pertanyaan-pertanyaan saja (tidak dibagikan daftar referensi). Selain itu, pertanyaan untuk minggu kedua akan dibagikan setelah pertemuan minggu pertama. Minggu ketiga dibagikan minggu kedua, dan seterusnya (Prof Alan Boyle membagi semuanya sekaligus di awal semester). Waktu itu saya menjelaskan metode ini kepada Prof Sigit, dan beliau setuju untuk menerapkannya bersama dengan saya. Tandem kami bukan before mid vs after mid, melainkan berganti-gantian tergantung bab.
Seperasaan saya, metode Prof Alan Boyle tersebut berjalan dengan lumayan lancar. Diskusi lumayan baik, hanya saja agak susah diterapkan di kelas yang relatif besar. Di kuliah Prof Alan Boyle itu kelasnya hanya 20 mahasiswa maksimal, sedangkan kelas International Law tersebut mungkin 30-40 mahasiswa. Akhirnya, saya berhenti menerapkan metode tersebut untuk kelas-kelas besar.
.
KEJANGGALAN
Dalam memori saya, hal-hal yang saya sebut di atas sangat kuat terpatri di memori saya. Bagaimana tidak? Kuliah dengan Prof Alan Boyle sangat berkesan, dan berlangsung sepanjang dua semester. Apalagi, ketika saya mengajar anak-anak IUP tersebut, itu juga sangat memorable. Lah wong itu pengalaman men-dosen pertama, dan saya masih lumayan akrab dengan sebagian anak-anaknya itu sampai sekarang kok. Dan, satu-satunya alasan metode saya ngajar anak-anak IUP 2012 seperti itu ya adalah dari Prof Alan Boyle itu, karena memang terinspirasi pengalaman saya.
.
Hanya saja, ternyata ada yang janggal. Saya kuliah bersama Prof Alan Boyle di Edinbugh University adalah berangkat akhir Agustus 2013 dan mulai kuliah pada akhir September 2013. Saya menyelesaikan thesis pada 4 Juli 2014, dan pulang ke Indonesia di minggu kedua Agustus 2014.
Di sisi lain, saya mengajar International Law untuk mahasiswa IUP angkatan 2012 tersebut adalah pada semester genap tahun ajaran 2012/2013, yang dimulai Februari 2013 dan berakhir sekitar Mei 2013.
.
Maka inilah misteri besarnya: bagaimana saya bisa mengajar bulan Februari-Mei 2013 dengan metode yang terinspirasi pengalaman yang terjadi di September 2013-Juli 2014???
.
Saya belum mendapat pemecahannya.