Mimpi Indah: Sebuah Perenungan Syair “Sebenarnya Cinta” karya Letto
Letto mengawali syairnya:
“Satu detik lalu
Dua hati terbang tinggi
Lihat indahnya dunia
Membuat hati terbawa”
Lebih enak hidup dalam mimpi, memang. Semua diciptakan olehku, seindah mata dan seindah rasa, tanpa kenal realita. Tanpa ingat apa kebenaran, hingga hati pun terbawa jauh.
Firman Allah:
أَلۡهَٮٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ
(Perlomba-lombaan dalam keduniawian telah melalaikan kamu [QS 102:1])
Letto lanjut bersyair:
“Dan bawa ku kesana
Dunia fatamorgana
Termanja-manja oleh, rasa
Dan ku terbawa terbang tinggi oleh suasana”
Hidup yang hambar tersiksa, diisi hanya dengan ketidaksabaran untuk kembali pada mimpi.
Oh, andaikan bisa kutukar yang nyata dan mimpi itu! Kutukar melalui sosial media, harta, pergaulan, atau bahkan lamunan jelang tidur. Kutukar!
Karena ketika aku terbangun dengan sebenar-benarnya bangun, ia akan menanyakan padaku:
من ربّك?
(Siapa Rabb-Mu?)
Letto bersyair lagi:
“Dan bangunkanlah aku
Dari mimpi-mimpi ku
Sesaat ku di sudut maya
Dan tersingkir dari dunia nyata”
Apakah aku akan ada di antara mereka yang berkata:
يَـٰلَيۡتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِـَٔايَـٰتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
(Kiranya kami dikembalikan [ke dunia] dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman [QS 6:27)
padahal saat itu tidak ada lagi mimpi tempatku untuk berlari?
Ternyata aku telah terlalaikan..
حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ
(Hingga sampai ke liang kubur [QS 102:2])
Letto pun bersyair lagi:
“Dan bangunkanlah aku
Dari, buta mata ku
Jangan pernah lepaskan aku
Untuk tenggelam di dalam mimpi ku”