Beberapa Warning Untuk Orang Indonesia Yang Mau Pergi Ke Negara Yang Banyak Mazhab Hanafi-nya (Turki, Pakistan, dll)

image: daily sabah

Mayoritas umat Islam dididik dengan fiqih madzhab Syafi’i, walaupun campur-campur sedikit lah. Yang kita ketahui adalah bahwa dari semua madzhab di dunia, ternyata ada banyak perbedaan pendapat dalam beraneka issue. Saya merasa bahwa kebanyakan bahasan dari para asatidz di Indonesia adalah tentang ‘toleransi kepada madzhab yang berbeda’.

Mmungkin karena kesempitan pergaulan saya, rasanya kurang banyak bahasan tentang bagaimana menyikapi perbedaan madzhab ketika terjadi ‘insiden’. Pembahasan biasanya lebih kepada ‘jangan cepat menyalahkan’, atau ‘kalau imamnya qunut sudahlah ikuti saja’. Jujur, ini mudah sekali diikuti karena tinggal ‘diam, masing-masing saja’ atau ‘ikut saja’.

Tapi, pengalaman saya kuliah di UK (banyak Muslim bermadzhab Hanafi) dan sekarang juga sedang riset di Turki (juga bermadzhab Hanafi), ada perbedaan-perbedaan yang mana kalau kita bahkan tidak menyadarinya bisa berabe lho.

Karena itu, berikut saya berikan beberapa poin supaya tidak terlalu kaget kalau ketemu:

  1. Jangan men-jarh-kan “aamiin” dalam shalat jahriyah! Dalam madzhab Hanafi, bacaan ‘aamiin’ setelah Surah Al-Fatihah tidak dikeraskan. Saya sudah merasakan betapa malunya jadi satu-satunya yang teriak ‘aamiin’ di masjid. Please, jangan tetap mengeraskan ‘aamiin’ karena tidak mau madzhab kita disalahkan. Bukan bermaksud menyalahkan, tapi jangan buat keributan. Pertama, mereka mungkin tidak tahu juga. Kedua, siapapun yang salah, bisa rusuh kan nanti.
  2. Jangan masbuk pada orang yang sedang shalat sendirian. Dalam madzhab Hanafi, tidak bisa merubah niat dalam shalat. Jadi kalau dia awalnya niat munfarid, nggak bisa tukar niat jadi imam kalau ada yang masbuk. Jadi kalau ada yang sedang jama’ah kalian gabung no problem, tapi kalau ada yang shalat sendirian jangan ikutan. Shalatlah dengan munfarid sendiri, atau buatlah jamaah sendiri kalau kalian tidak sendirian. Jangan paksa dia ikut madzhab kita.
  3. Hindari duduk tawaruk kecuali kalau shalatnya tidak terlalu rapat. Dalam madzhab Hanafi dan Maliki, tidak ada duduk tawaruk, iftirasy semua. Khusus Hanbali, rakaat terakhir dalam shalat dua rakaat adalah duduk iftirasy. Sama seperti nomor 1, bukannya mau menyalahkan madzhab kita. Tapi kalau barisan jamaahnya rapat-rapat sedangkan satu orang duduk tawarruk ketika yang lain duduk iftirosy (apalagi kalau duduknya semangat), bisa bergelinding semua yang di sisi kanan kita dan menimbulkan efek domino.
  4. Qunut Witir sebelum rukuk , beda dengan umumnya kita yang qunutnya setelah bangkit dari kubur rukuk. Ini nggak terlalu mengganggu sih kalau kita beda, tapi kalau kejadian kita menyelisihi orang kan agak malu dan mungkin hilang khusyuk ketika menyesuaikan.
  5. Takbir berkali-kali pada shalat Eid bukan setelah takbiratul ihram tapi sebelum rukuk, sedangkan kita biasanya kebalikannya kan. Saya tidak menyaksikan ini di UK di shalat Eid jamaah Hanafi dari Pakistan, tapi saya sudah diwanti-wanti oleh teman-teman di Turki karena begitu prakteknya. Mungkin ada perbedaan di dalam Hanafiah, entahlah. Tapi setidaknya kalau sudah tahu ada seperti ini, mudah-mudahan kalau kejadian tidak terlalu panik dan bisa menyesuaikan dengan tenang.
  6. Iqamah jumlah lafadznya sama dengan adzan dengan ditambah ‘qad qamatish shalat’ 2x. Kalau di madzhab kita, biasanya iqamah itu lafadznya separuhnya adzan kan? Misalnya Allaahu Akbar 4x di adzan, tapi 2x di iqamah dan seterusnya. Khawatirnya iqamat dikira adzan, jadi malah keasikan ngobrol nggak mendekati imam dikira belum iqamat.
  7. Monggo kalau ada yang berkenan menambahkan perbedaan-perbedaan lain yang mungkin berpotensi membuat bingung.

.

PS: di antara negara-negara yang mayoritas Muslim bermadzhab Hanafi: India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Turki, Albania, Uzbekistan, Kazakhstan, dan lain-lain