Cara Mensitasi Antologi/Chapter Book: Banyak Mahasiswa Sering Salah!!!

Selama pengalaman saya mengoreksi banyak skripsi, thesis, paper, bahkan artikel jurnal, saya menemukan bahwa masih banyak mahasiswa dan penulis yang keliru dalam mensitasi Antologi atau Chapter Book. Ini bisa bermasalah secara etika penulisan! Yuk kita bahas!

Sederhananya, sebuah antologi atau chapter book atau edited volume adalah salah satu jenis buku yang (a) berisi bab-bab, yang (b) masing-masingnya ditulis oleh beraneka Penulis Kontributor , yang (c) dikoordinasikan oleh seorang atau beberapa orang Penyunting (Editor). Penting dicatat bahwa Penulis Kontributor hanya bertanggungjawab atas substansi bab yang ditulisnya sendiri, dan bukan yang ditulis oleh orang lain. Sedangkan Editor juga tidak bertanggungjawab atas substansi bab yang tidak ditulisnya.

Perlu juga diketahui di sini Penyunting bukan penyunting bahasa, tapi dia koordinator substansi. Silahkan lihat dua contoh di bawah ini:

=========================

Chapter Book 1: Terbitan Buku Belaka

===============

Chapter Book 2: terbitan Springer

=================

Dalam kedua contoh di atas, dapat di lihat bahwa di cover depan (gambar paling kiri) nama yang tercantum hanya Editor(s) saja. Lalu lihat di daftar isi masing-masing Chapter Book tersebut (gambar yang tengah dan kanan), di bawah setiap bab tertulis siapa Penulis Kontributor masing-masing bab tersebut.

.

Kesalahan seperti apa yang sering dilakukan oleh mahasiswa?

Jawabnya adalah: Keliru, mensitasi hanya dengan menyebut nama Editor(s) saja!

Saya beri contoh dari Edited Volume 1, misalnya si Fulan mengambil informasi dari halaman 120 yang intinya mengatakan bahwa “status negara tidak didapatkan melalui prosedur pendaftaran“.

Kemudian, ia memasukkan ke dalam footnote sebagai berikut:

contoh ini menggunakan Chicago Style 17

Ini salah. Cara sitasi semacam ini mengesankan bahwa informasi yang diambil adalah hasil tulisan Fajri dan semua penulis lainnya. Padahal, melihat daftar isi di atas, halaman 120 adalah termasuk dalam Bab 5 “Subjek Hukum Internasional: Negara” yang ditulis oleh Rangga Dachlan.

Di sini terjadi permasalahan etika penulisan. Ingat, fungsi sitasi/footnote bukan cuma supaya pembaca tahu sumber melainkan juga untuk mengatribusikan secara akurat suatu pemikiran/informasi kepada sumber yang tepat. Kalau salah atribusi, yang terjadi adalah kita mengatribusikan sebuah pemikiran/informasi kepada bukan penulisnya. Dan ini tidak etis. Yang menulis informasi di halaman 120 adalah Rangga Dachlan, bukan Fajri dan kawan-kawan.

Terutama di contoh Chapter Book 2 di atas, masing-masing Bab merupakan karya ilmiah argumentatif dan para penulis sangat mungkin tidak sepakat dengan penulis lainnya. Betapa kacaunya kalau kita salah menisbatkan pemikiran/informasi?

Contoh potensi yang parah ya. InshaAllah dalam 2023 ini, akan terbit sebuah Chapter Book berjudul “Handbook of Islamic Ethics” dengan Editor Prof Muhammad Jafar Mahallati (Oberlin College, USA), yang akan diterbitkan oleh Bloomsbury Academic (London). InshaAllah saya salah satu kontributornya. Nah, ada penulis yang pro-LGBT ada penulis lain yang anti-LGBT. Terbayang kacaunya kalau salah atribusi?

.

Kenapa Mahasiswa Sering Salah?

Hipotesis saya (dari pengalaman dan menerka-nerka), ada dua alasan kumulatif kenapa mahasiswa sering salah cara mengutip Chapter Book:

Pertama, karena kurang familiar dengan jenis literatur semacam ini. Semakin seseorang tidak familiar, ya tidak akan tahu harus berbuat apa. Jurnal juga masih banyak yang salah cara mengutipnya, sehingga akan sangat membingungkan yang membaca.

Kedua, masalah pertama tadi diperparah dengan model cetakan Chapter Book yang biasanya halaman depannya hanya menuliskan nama Editor saja. Ya kan seakan “menjebak” toh?

.

Bagaimana Cara Yang Benar?

Yang paling pertama, tentu, adalah meningkatkan literasi supaya tahu jenis-jenis literatur yang berbeda. Makanya nasehat saya kepada mahasiswa: harus banyak baca literatur yang ilmiah. Jangan cuma meme doang ya hehehe.

Kalau sudah tahu bahwa buku yang dipegang adalah sebuah Chapter Book, maka silahkan disitasi dengan akurat. Setidaknya dalam sebuah footnote informasi yang harus ada adalah sebagai berikut:

  1. Penulis bab yang dikutip
  2. Judul bab yang dikutip
  3. Judul buku
  4. Nama Penyunting
  5. Informasi standar lainnya: tahun terbit, nama penerbit, kota terbit (sesuai aturan masing-masing)

Berikut adalah contoh sitasi yang benar terhadap kutipan Rangga Dachlan di atas:

Contoh ini menggunakan Chicago Style 17

Sehingga di sini menyoroti bahwa informasi/pemikiran yang diambil adalah dari Rangga Dachlan dalam bab yang ditulisnya berjudul “Subjek Hukum Internasional: Negara”, dan bab tersebut dapat ditemukan di buku Hukum Internasional yang Editor-nya (ditandai ‘ed’) Fajri. Jadi, atribusnya jelas kepada Rangga Dachlan.

Demikian ya caranya yang benar.

FYI: Sistem footnote yang berbeda akan punya aturan lain dalam hal: titik koma, italic-isasi, kurung, bold-isasi, dan lain sebagainya. Ikut saja aturan yang diminta oleh masing-masing kebutuhan, tapi intinya informasi yang dibutuhkan kuranglebih-nya adalah seperti ini. Nanti masalahnya lain kalau aturannya meminta menggunakan body-note, di mana informasi lengkap nanti masuknya bukan di sitasi tapi daftar pustaka.

.

Hati-Hati Jangan Tertukar!

Kadang-kadang ada yang agak mirip Chapter Book yaitu satu buku yang penulisnya banyak dan kesemuanya bertanggungjawab atas seluruh substansi secara bersama-sama. Misalnya:

Buku ini keren lho, silahkan dibeli di link ini

Kalau dilihat, keenam nama di atas adalah semuanya penulis yang bertanggungjawab atas semua substansi. Beda ya, dengan dua contoh di awal blogpost ini. Perbedaannya yang paling mudah dilihat adalah: di buku “Pulau…”, semua nama tertulis di cover depan tanpa embel-embel “Penyunting” atau “Editor”. Beda dengan contoh Chapter Book 1 dan 2 di atas ya?

Maka, untuk buku “Pulau…”, cara paling tepat untuk mensitasi adalah:

1 Marsudi Triatmodjo et al, Pulau Kepulauan dan Negara Kepulauan (Yogyakarta: UGM Press, 2022), 45.

Atau kalau mau rajin ya tulis semua penulisnya:

1 Marsudi Triatmodjo, Agustina Merdekawati, Nugroho Adhi Pratama, Nahda Anisa Rahma, I Gusti Putu Agung, Aqshal Muhammad Arsyah, Pulau Kepulauan dan Negara Kepulauan (Yogyakarta: UGM Press, 2022), 45.

(gw sih capek ya).

Tapi, paling tidak, harus bisa tau bedanya ya?