Kasus Etika Publikasi – Ketika Seorang Co-Author Ditendang?

Kali ini saya ingin membagi cerita yang (sebagiannya) fiktif yang terkait dengan etika publikasi. Bukan sedikit yang mengemuka di Indonesia misalnya kasus plagiarisme di Semarang pada bulan Oktober 2023. Tapi, sebenarnya praktek-praktek yang bertentangan dengan etika penulisan banyak sekali terjadi di Indonesia bahkan dianggap lazim, dan tidak terbatas pada plagiarisme saja. Dan inilah kisah yang ingin saya bagikan kali ini.

Sebut saja sebuah jurnal ilmiah bernama Jurnal Mangku Hanoman yang dikelola oleh suatu fakultas di Universitas Gedong Munyuk. Sang Editor in Chief (EIC), sebut saja namanya Mawar, menerbitkan sebuah edisi tapi yang tampil hanya judul-judul beserta abstrak dan identitas penulisnya by system, tapi link mengunduh file belum aktif karena proses layout belum selesai. Mawar mengejar deadline tanggal untuk publish, makanya agak terburu-buru terbit dulu tanpa file.

Kisah ini berpusat pada salah satu naskah pada edisi terbit tersebut. Dalam naskah ini saat pertama dikirimkan, tertulis nama empat penulis berikut: Penulis 1, Penulis 2, Penulis 3, dan Penulis 4 (biar gampang). Akan tetapi, ini tertulis di naskah saja. Dalam sistem, yang terregistrasi hanya Penulis 1 karena dialah yang mengunggah naskahnya. Dalam praktek Jurnal Mangku Hanoman, hal ini sudah lazim. Biasanya, pada tahap layout itulah Mawar selaku EIC meminta stafnya untuk menambahkan nama-nama co-author ke dalam sistem.

Hanya saja, Penulis 1 tidak menyertakan email Penulis 2, Penulis 3, dan Penulis 4, sehingga staf Jurnal belum bisa meng-input ke dalam system. Karena itulah, tampilan sementara dalam website jurnal adalah: naskah ini hanya memiliki satu penulis, yaitu Penulis 1 seorang saja. Tapi ini bukan masalah besar, staf jurnal sudah tahu dan sedang bersiap untuk mengirim email kepada penulis untuk melengkapi informasi penulis tersebut.

Belum sempat staf Jurnal mengirimkan email, rupanya Penulis 1 sudah menyadari bahwa naskahnya telah terbit dalam website (meskipun file belum bisa diunduh) dan langsung terkejut karena hanya namanya seorang saja yang tercantum dalam website. Kepada pembaca saya mohon maaf, ini baru selesai latar belakang saja. Tapi tanpa latar belakang ini nanti kurang nyambung dengan masalahnya yang dimulai dari keterkejutan Penulis 1 ini.

Tanpa membuang waktu setelah melihat terbitan baru di website Jurnal Mangku Hanoman, Penulis 1 mengirimkan email kepada Jurnal. Ia memohon agar Jurnal memasukkan Penulis 2 dan Penulis 3 sebagai co-author, karena mereka adalah pembimbing disertasi Penulis 1. Beberapa menit kemudian, Penulis 1 mengirimkan email lagi kepada Jurnal dengan mem-forward (yang diklaim sebagai) “naskah awal” yang mencantumkan nama Penulis 1, Penulis 2, dan Penulis 3 pada naskah tersebut. Akan tetapi, Penulis 1 tidak juga mencantumkan email Penulis 2 dan Penulis 3, sehingga Mawar meminta informasi tersebut, dan Penulis 1 mengirimkan email kedua penulis tersebut.

Di sini, Penulis 1 telah melakukan kesalahan fatal yang bertubi-tubi.

Pertama, yang paling jelas, kenapa dia tidak menanyakan Penulis 4? Dalam tiga email berturut-turut, yang ditanyakan hanya Penulis 2 dan 3 saja. Agak sulit membayangkan “lupa ketik” sampai tiga email berturut-turut begini.

Kedua, Penulis 1 tidak berasal dari Universitas Gedong Munyuk, demikian pula Penulis 2 dan 3. Tapi Penulis 4 adalah mahasiswa dari Universitas  Gedong Munyuk. Dan, kebetulan yang sangat kebetulan sekali, Penulis 4 adalah bimbingan skripsi dari Mawar yang merupakan EIC jurnal ini (nampaknya Penulis 1 tidak tahu fakta ini). Penulis 1 telah memilih setting yang sangat-sangat “cerdas” untuk melakukan apa yang ia lakukan.

Ketiga, sangat mudah mengkonfirmasi bahwa ternyata Penulis 4 mengerjakan mayoritas penulisan pada naskah tersebut. Sedangkan Penulis 2 dan Penulis 3 sejatinya tidak berkontribusi apapun, tapi dimasukkan naskahnya sebagai bentuk penghormatan seorang mahasiswa doktoral kepada pembimbingnya.

https://www.elsevier.com/editor/perk/authorship-complaintsEntah berapa level pelanggaran etika yang terjadi dalam satu peristiwa. Di sana ada ghost authorship (penulis yang tidak dicantumkan sebagai co-author padahal berkontribusi substantial), ada juga gift authorship (penulis yang tidak berkontribusi tapi dicantumkan sebagai co-author). Selain itu ada upaya menggunakan (yang dikira sebagai) relasi kuasa tak berimbang untuk menyingkirkan seorang co-author. Hormat tidak pada tempatnya, dan tidak menghormati yang semestinya.

Bagaimana kelanjutan kasus ini? Yah, kita lihat nanti Mawar memutuskan bagaimana. Toh kisah ini (sebagiannya) fiktif 😊


Link ke daftar praktek-praktek jurnal yang tidak etis yang pernah saya jumpai atau dengar dari korban langsung